Demokrasi Desa untuk Pemilu Serentak 2024 yang Demokratis
Oleh: Zaenal Mutiin
Anggota KPU Kabupaten Serang Divisi Datin
Dasar pikiran yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berdasarkan kedaulatan rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, perlu dibentuk lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat yang anggotanya dipilih melalui Pemilu yang dilaksanakan secara demokratis dan transparan atau keterbukaan. Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur Pemilu untuk memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya. Pemerintahan negara yang dibentuk melalui Pemilu tersebut adalah yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang dibentuk melalui Pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Dasar pemikiran tersebut merupakan penegasan pelaksanaan semangat dan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Demokrasi Desa dan Kesadaran Masyarakat
Kelahiran UU No 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menjadi oase yang menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan bagi re-demokratisasi desa. Regulasi baru ini menyediakan rute perubahan revolusioner bagi desa di dalam sistem NKRI. Terbitnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dirasa sebagai salah satu jawaban. Selain memberi pesan eksplisit berupa pengakuan (recognition) negara pada desa, regulasi ini juga memperjelas kedudukan dan kewenangan desa dalam politik pembangunan.
Tumbuhnya inisiatif warga desa dalam arena demokrasi desa ini merupakan pertanda baik bagi berseminya gerakan sosial para aras desa yang akan menjadi “pupuk” dan “nutrisi” bagi bertumbuhkembangnya demokrasi yang subtantif.
Perubahan struktur masyarakat, dinamika politik lokal serta keragaman pola kelola kekuasaan mengisyaratkan potret baru desa, yang kini mulai berubah. Romansa kehidupannya yang dulu identik keterbelakangan, miskin dan tertinggal, secara bertahap makin memancarkan pesona baru yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai inisiatif desa sebagai penanda kebangkitan lokalitas.
Jika ditengok sejenak ke belakang misalnya, nampak jelas bagaimana rasanya begitu lama desa mengalami marginalisasi (peminggiran), baik urusan ekonomi maupun politik. Pengalaman buruk dibawah tekanan corak kekuasaan otoriter Orde Baru di masa lalu menjadikan desa sebagai objek pembangunan.
Sejak angin perubahan berhembus sebagai dampak reformasi, semangat membangkitkan kembali komunitas grass root (akar rumput) ini mulai menguat. Ada harapan menjadikan desa sebagai poros pembangunan lokal penopang pembangunan nasional. Komitmen awal itu, paling tidak tercermin dari nafas UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang di dalamnya mengatur desa. Regulasi tersebut hendak mengembalikan roh desa pada asal-usulnya, yakni kemandirian. Selain sebagai bentuk rekognisi (pengakuan), kebijakan itu memberi ruang desa bernegosiasi dalam pembangunan daerah.
Hari ini muncul gejala menguatnya kesadaran masyarakat desa mengenai isu-isu publik makin menguat. Situasi ini ditunjukkan dengan berbagai pengalaman tentang meningkatnya kesadaran warga desa terhadap masalah-masalah keseharian sebagai masalah publik. Isu pendidikan, kesehatan, lingkungan, pemberdayaan ekonomi dan sejenisnya makin dibincangkan dalam arena warga.
Memang, praktik-praktik lokal desa telah menunjukkan betapa inisiasi dan penguatan lembaga representasi mulai tumbuh, paling tidak secara formal paska terbitnya UU Desa. Partisipasi baru masyarakat, artikulasi gagasan dan pengetahuan yang berproses itu berkesempatan mengambilalih ”kekuasaan baru”, menginterpretasi, kemudian terlibat berpolitik dalam pengertian yang lebih luas. Itulah yang secara eksplisit terjelaskan bahwa, kini Desa memiliki kewenangan untuk menentukan sendiri orientasi pembangunan. Perencanaan pembangunan Desa berisi tentang apa yang menjadi kepentingan dan prioritas pemerintah dan warga desa itu sendiri.
Menuju Pemilu Serentak 2024 yang Demokratis
Indonesia merupakan negara demokrasi. Secara sederhana, masyarakat memahami demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Salah satu bentuk demokrasi di negara Indonesia diwujudkan melalui pemilihan umum. Pemilihan umum dilakukan oleh rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilihan umum merupakan anak kandung demokrasi yang dijalankan sebagai perwujudan prinsip kedaulatan rakyat dalam fenomena ketatanegaraan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan. Dari prinsip-prinsip pemilu tersebut dipahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi.
Sebagai syarat utama dari terciptanya sebuah tatanan demokrasi secara universal, pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government). Karena dengan pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin dan wakilnya di lembaga legislatif.
Salah satu pilar pokok dalam setiap sistem demokrasi adalah adanya mekanisme penyaluran pendapat rakyat secara berkala melalui pemilihan umum yang diadakan secara berkala. Pemilihan umum juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipal. Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia sudah melaksanakan Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Pemilu) sebanyak dua belas kali yaitu terhitung mulai dari Pemilu pertama pada tahun 1955 sampai dengan Pemilu tahun 2019. Dengan demikian, Pemilu tahun 2024 merupakan Pemilu yang ketiga belas yang akan dilaksanakan di Indonesia.
Pemilihan umum dapat didefenisikan sebagai proses politik dimana warga negara yang sudah memiliki hak pilih menyalurkan suaranya untuk memilih orang-orang tertentu yang akan duduk mewakili mereka di lembaga perwakilan, baik itu lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif pada setiap tingkat pemerintahan hingga pemilihan kepala desa . Orang-orang yang terpilih melalui pemilihan umum inilah yang menjalankan roda pemerintahan perwakilan. Pemilu, hak pilih dan/atau hak memilih warga negara, dan lembaga perwakilan merupakan sebagian dari ciri-ciri sistem pemerintahan demokrasi.
Sistem Pemilu di Indonesia telah mengalami perubahan yaitu yang semula penyelenggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan dalam waktu yang berbeda pada tahun 2024 nanti akan diselenggarakan dalam tahun yang bersamaan atau secara serentak. Penyelenggaraan Pemilu dan pilkada secara serentak lebih efisien, sehingga pembiayaan penyelenggaraan Pemilu lebih menghemat uang negara (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan negara untuk mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang diselenggarakan secara serentak denga Pemilihan Kepala Daerah juga mengurangi pemborosan waktu karena tidak sesuai dengan amanat UUD 1945 yaitu pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Selain itu, hak warga negara untuk memilih secara cerdas pada Pemilu serentak terkait dengan hak warga negara untuk membangun peta checks and balances dengan keyakinannya sendiri, fungsi eksekutif dan legislatif dapat dengan mudah dievaluasi, mengurangi pemborosan waktu dan gesekan horizontal di masyarakat, dan akan menghasilkan kelembagaan (legislatif dan eksekutif) yang kuat karena dipilih sesuai kehendak rakyat.
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu untuk menjadi pemahaman bersama bahwa pada dasarnya pemilu merupakan suatu keniscayaan politik untuk membentuk pemerintahan yang demokratis. Bahkan bagi kebayakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu sendiri. Hal ini disadari karena pemilu merupakan wujud nyata dari implementasi demokrasi. Dengan kata lain, pemilu merupakan konsekuensi logis dianutnya sistem demokrasi.
Setidaknya terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai apakah pemilu diselenggarakan secara demokratis atau tidak, 1) ada tidaknya pengakuan, perlindungan, dan pemupukan HAM; 2) terdapat persaingan yang adil dari peserta pemilu; 3) terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang menghasilkan pemerintahan yang legitimate. Ketiga hal ini menjadi satu kesatuan yang tidaklah dapat terpisahkan untuk mewujudkan pemilu yang demokratis di sebuah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Akhirnya dari semua penjelasan di atas, terkait dengan pentingnya pemilu dalam proses demokratisasi di suatu Negara, maka penting untuk mewujudkan pemilu serentak 2024 yang memang benar-benar mengarah pada nilai-nilai demokrasi untuk mewujudkan Negara Indonesia yang demokratis.