SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI KPU KABUPATEN SERANG | Ayo Warga Kabupaten Serang, mari kita sukseskan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) | JDIHN Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum Yang Terpadu dan Terintegrasi

Headline

#Trending

Informasi

Opini

PENDIDIKAN DEMOKRASI DIMULAI SEJAK DINI

PENDIDIKAN DEMOKRASI DIMULAI SEJAK DINI Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi berbudaya. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai enkulturisasi dan sosialisasi. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 mengatakan, ”pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi pendidikan nasional, selain pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam pembentukan mental peserta didik sesuai nilai-nilai demokrasi, demokrasi di sekolah juga mencakup proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Hal ini diantaranya adalah untuk menyikapi persoalan yang tentunya tekait dengan nilai-nilai demokrasi dalam hal ilmu pengetahuan. Demokrasi merupakan suatu proses pendidikan, bukan suatu yang dapat diciptakan dalam waktu sekejap. Karena itu betapa penting proses pendidikan dan latihan berdemokrasi baik pada institusi sosial, ekonomi, budaya, apalagi pada institusi politik karena demokrasi hanya akan tumbuh bila ada kesadaran berdemokrasi (Democratic Consciousness) dan sikap tanggungjawab dalam berdemokrasi (Democratic Responsibility), karena demokrasi pada prinsipnya bukan hanya sekedar cara memperoleh kekuasan tetapi sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakat yang semakin melek dan berpartisipasi dalam berdemokrasi. Dalam proses penerapan nilai nilai demokrasi, tidak hanya di level Negara, tetapi juga berdemokrasi dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah merupakan tempat kedua setelah rumah sebagai tempat yang perlu untuk ditanamkannya sistem demokrasi di dalamnya. Mendidik anak-anak bangsa akan melahirkan calon-calon pemimpin bangsa di masa depan, itulah alasannya mengapa perlu diwujudkan kehidupan yang demokratis dan pentingnya upaya agar dunia pendidikan mampu menaburkan benih-benih demokrasi kepada peserta didik dan melahirkan pejuang demokrasi yang cerdas dan handal.   Pendidikan dan Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan adalah watak nasional suatu bangsa. Hal ini perlu dicanangkan guna mencapai cita-cita nasional dalam mencerdaskan kehidupan, karena pada hakikatnya pendidikan memberikan kesempatan seseorang untuk memiliki dan menguasai pengetahuan. Namun, setiap orang juga perlu memahami batas-batas dirinya dan orang lain. Namun faktanya di kehidupan nyata masih banyaknya kasus bully di sekolah, perbedaan ras yang menyebabkan konflik antar peserta didik, kurangnya kesadaran akan pentingnya sikap toleransi antar umat beragama, masih banyaknya tindakan mencontek ketika ujian, dan juga adanya perbedaaan hak di lingkungan sekolah. Segala fenomena itu makin menyadarkan kita bahwa demokrasi memang tidak dapat dipelajari secara instan, misalnya melalui sebuah kursus ‘kilat’ ketika seseorang baru terpilih dan duduk sebagai pimpinan nasional maupun daerah atau anggota dewan. Hal itu tak ubahnya seperti upaya membentuk gaya dan kepribadian baru dalam berdemokrasi dari landasan kepribadian lama yang sesungguhnya tidak lentur lagi. Sebuah upaya yang pasti sangat sulit, karena nilai-nilai demokrasi yang mengendap dan tertanam dalam alam bawah sadarnya sudah sangat melekat dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana yang bersangkutan berada. Demokrasi mempunyai paling tidak ada dua konteks, yaitu pertama, dalam kehidupan bernegara, yang menyangkut sistem pemerintahan, peran lembaga, dan partai politik. Kedua, demokrasi sebagai perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang terbuka di mana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri dengan mengakui perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakatnya. Demokrasi pada prinsipnya adalah menghargai dan menghormati adanya perbedaan, baik dalam mengajukan pendapat, menentukan pilihan dan lain sebagainya. Prinsip tersebut haruslah menjadi bagian dari karakter anak. oleh sebab itu, nilai-nilai demokrasi seharusnya sudah diajarkan dan ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Penanaman nilai-nilai tersebut dapat ditularkan/diajarkan di sekolah, melalui pergaulan sehari-hari di lingkungan sekolah oleh pendidik. Nilai-nilai demokratis itu adalah mengakui persamaan derajat, menghargai pihak lain, mau bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat orang lain, menerima dan menghargai perbedaan kultur dalam masyarakat, peka terhadap kesulitan orang lain, berlaku adil, memiliki kemauan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan sosial. Nilai-nilai demokrasi tersebut hendaknya dapat diaktualisasikan di dalam kehidupan nyata melalui suatu transformasi. Nilai-nilai demokrasi tersebut semestinya sudah disosialisasikan atau diajarkan  semenjak masih usia dini. Hal ini penting, karena ada keyakinan dalam psikologi perkembangan anak, bahwa pengalaman-pengalaman pada masa usia dini merupakan landasan dasar terbentuknya kepribadian seseorang di masa mendatang. Sampai derajat tertentu, orang dewasa merupakan produk dari pemeliharaan dan pembentukan yang telah diterima pada masa anak-anak. Walaupun pribadi seseorang sudah menjadi dewasa, namun unsur-unsur “anak-anak” itu masih selalu akan menetap lekat pada diri masing-masing.   Sekolah dan Pendidikan Demokrasi Sejak Dini Kehidupan sekolah merupakan jembatan atau transisi bagi anak dalam rangka penanaman nilai-nilai demokrasi dalam diri seorang anak. Sekolah merupakan pengganti orang tua dalam mendidik seorang anak. Penanaman-penanaman nilai demokrasi ini biasanya dilakukan dengan mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai demokrasi, misalnya melalui pembelajaran di kelas. Untuk mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi yang telah diajarkan maka sekolah memberikan sarana kepada siswa berupa organisasi-organisasi. Organisasi ini bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa untuk lebih bersifat demokratis, bertanggung jawab, serta menghargai sehingga diharapkan dapat berguna sebagai bekal siswa yang nantinya akan terjun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil (mini society) yang merupakan wahana pengembangan peserta didik, dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran yang demokrasi (democratic instruction), agar terjadi proses belajar yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan iklim pendidikan yang demikian diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus pembangunan masa depan yang sabar, kompeten, mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif dan siap menghadapi berbagai macam tantangan. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi, pendidikan demokratis merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan sejak dini secara terencana, sistematis, dan berkesinambungan. Hal ini agar demokrasi yang berkembang tidak disalahgunakan atau menjurus kepada anarki, karena kebebasan yang kebablasan, sehingga merusak fasilitas umum, menghujat atau memfitnah pun dianggap sebagai bagian dari demokrasi. Pendidikan demokrasi adalah pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta pengelola pendidikan. Pendidikan yang baik dalam demokrasi itu melibatkan dan menghargai semua kalangan sehingga menghasilkan suatu pendekatan yang lebih komprehensif, deliberatif, dan partisipatif. Salah satu pekerjaan rumah kita adalah tentang penumbuhan kesadaran politik kewargaan, yaitu bagaimana warga berdaya agar demokrasi Indonesia mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan. Artinya, warga yang setara, pendidikannya baik, dan cerdas membuat demokrasi kita menjadi lebih baik. Pendidikan demokrasi dalam prakteknya berimplikasi pada demokrasi pembelajaran dengan indikasi menciptakan suasana dialogis. Tuntutan suasana dialogis belakangan ini sebagai suatu yang tak terelakkan lagi dalam kehidupan pendidikan demokratis, sekaligus membuktikkan adanya pergeseran posisi peserta didik dari posisi objek ke posisi subjek dalam berbagai kesempatan. Posisi peserta didik sebagai pembelajar akan selalu mengesankan kondisi aktif pada anak didik, terdidik maupun objek didik; Pendidikan demokrasi sejak dini sangat baik karena dapat membantu masyarakat untuk berpikir kritis. Dan dengan pemikiran yang demokratis dapat membangun Negara Indonesia yang lebih baik asalkan pemerintahannya berjalan dengan sistem demokrasi yang bersih. Maka dari itu diperlukan pendidikan sejak usia dini. Buka hanya di sekolah formal, tapi juga di lingkungan bergaul, sekitar dan lingkungan keluarga. Pendidikan demokratis merupakan tuntutan untuk terwujudnya masyarakat yang bebas berpikir dan berkreasi. Oleh karena itu prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan politik, kebebasan intelektual dan kebebasan untuk berbeda pendapat merupakan prinsip yang harus dilaksanakan pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tujuan dari pendidikan demokrasi adalah meningkatkan pemahaman dan kesadaran atas nilai-nilai demokrasi untuk menjadikan warga negara tidak lagi sebagai ignore people. Pendidikan seharusnya membawa mereka menjadi makhluk yang independen dan memiliki bargaining position terhadap penguasa. Oleh karena itu, mengajari anak berdemokrasi berarti mengalirkan seperangkat nilai-nilai demokrasi sebagai dasar filsafat hidup bahwa pribadi manusia adalah makhluk bebas dan sederajat dengan sesamanya. Hal ini penting dilakukan untuk pembentukan watak dan karakter anak agar tumbuh menjadi manusia berkualitas, berkepribadian serta bertoleransi dalam kehidupan bersama kelak. Dengan mengajarkan anak berdemokrasi sejak dini maka berarti kita telah ikut membantu mempersiapkan sebuah generasi penerus dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi yang memegang teguh niai-nilai etika, moral dan sosial dan apabila sekolah sudah mampu mewujudkan kehidupan yang demokratis, maka akan di iringi pula dengan terbentuknya Negara yang demokratis. Salam Demokrasi... Banten Pos, 4 Februari 2022    

PENDIDIKAN DEMOKRASI: DARI KELUARGA SEMUA BERMULA

PENDIDIKAN DEMOKRASI: DARI KELUARGA SEMUA BERMULA Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Derasnya arus demoralisasi akibat maju­nya teknologi komunikasi dan infor­masi saat ini membuat anak-anak mudah meniru perilaku tak bermoral yang didapatkan dari media-media sosial. Disinilah, keluarga adalah agen yang tepat untuk menciptakan kondisi ramah bagi pena­naman nilai-nilai moral, se­hingga anak bisa belajar mengenai betapa menjunjung tinggi akhlak menjadi hal penting dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Akhir-akhir ini marak perilaku tak berakhlak yang menjangkiti para pelajar. Guru yang tak lagi dihormati dan bahkan ada yang dipermalukan/dianiaya serta tawuran dan perkelahian antarsiswa merupakan bukti betapa pendidikan demokrasi harus menjadi perhatian utama dalam pendidikan. Namun demikian, dengan masih banyaknya perilaku tak menunjukkan akhlak yang dilakukan oleh murid, anggapan bahwa sekolah gagal mendidik siswa tidak sepenuhnya tepat. Hal ini karena pendidikan mencakup pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan. Secara prinsip, keluargalah yang memiliki tanggung jawab utama dalam pendidikan anak. Perlu dipahami, tugas mendidik bukan hanya kewajiban institusi pendidikan. Banyak orang tua yang berpikiran, men­didik hanya tugas sekolah. Kalau sudah di sekolah, ya tugas mereka merasa selesai. Kalau ada kesalahan anak, orang tua menyalahkan sekolah. Mereka tak mau menengok diri. Mereka tak mau memperbaiki cara asuh dalam keluarga. Orang tua sebagai pendidik dan lingkungan pertama yang dimiliki oleh setiap anak memiliki bertanggung jawab besar atas terben­tuknya segala karakter. Perhatian orang tua harus mampu menyediakan pendi­dikan yang tepat membentuk karakter anak sejak dini. Sebab, karakter anak di masa mendatang cerminan pendidikan masa kecil. Artinya, jika sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan sikap toleran dengan kebhinnekaan, niscaya dia juga akan berbuat demikian di masa depan. Jadi, pentingnya pendidikan dalam keluarga seyogyanya menyadarkan orang tua betapa perilaku tak berakhlak seringkali dipicu oleh kondisi kehidupan keluarga yang tidak kondusif. Orang tua kerap lebih disibukkan urusan mencari materi, sehingga melupakan jalinan emosi dan komunikasi dengan anak. Pada­hal, sen­tuhan emosi dan komunikasi dapat me­nyebabkan anak merasakan keha­ngatan dan perhatian orang tua. Ini dapat men­cegah anak melakukan pelarian ke hal-hal negatif dan melakukan tindakan tidak berakhlak.    Keluarga dan Pendidikan Demokrasi Keluarga sebagai bagian integral dari masyarakat menjadi miniatur yang merepresentasikan kondisi masyarakat. Komunitas keluarga menjadi pondasi penentu bagi keberlangsungan entitas masyarakat. Masyarakat tersusun dari banyak keluarga dan keluarga terdiri dari beberapa individu. Pada dasarnya, baiknya suatu masyarakat tergantung kepada baiknya keluarga-keluarga dan baiknya suatu keluarga tergantung kepada baiknya individu-individu dalam keluarga, sedang baiknya          individu tergantung kepada pembawaan dan lingkungan yang baik. Sosialisasi primer seorang manusia berada di dalam ke­luarga, sedangkan lingkungan, teman sepermainan, sekolah, maupun media massa (internet, koran, majalah, buku, dan lain-lain) hanya agen sosialisasi sekunder bagi manusia. Setiap per­masalahan dalam diri, memiliki keterkaitan erat dengan kondisi sosialisasi yang dijalani dalam keluarga. Nilai-nilai, norma-norma, dan keya­kinan manusia dibangun dari keluarga. Keluargalah yang paling dominan membentuk sikap, perilaku, dan kepri­badian manusia. Disinilah pentingnya ada penyadaran politik di tengah masyarakat dimulai dari keluarga. Karena keluarga adalah cikal bakal masyarakat yang sadar politik. Pendidikan demokrasi dalam keluarga harus dimulai dari pasangan suami istri, kemudian kepada anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya. Selama ini masih sedikit yang memahami pentingnya pendidikan demokrasi dalam keluarga. Peran keluarga dalam satuan pendidikan anak tidak sebatas pemenuhan dukungan terhadap materiil, sandang, namun juga menguatkan karakter demokratis. Akibatnya muncul pemahaman yang salah terhadap demokrasi, politik itu kotor, politisi itu buruk, salah satunya disebabkan tidak adanya pendidikan demokrasi sejak dini dalam keluarga. Minimnya pendidikan demokrasi yang bersih, santun, jujur, dan visioner itulah menjadikan generasi muda kita apolitis dan menilai politik selamanya kotor. Padahal, politik itu suci, ia adalah siyasah dan metode memilih pemimpin yang sah. Keluarga harus menjadi pelopor pendidikan demokrasi untuk membangun generasi yang melek politik. Pendidikan demokrasi dalam keluarga sangat strategis membangun generasi yang melek demokrasi. Sebagai warga negara yang hidup dengan sistem demokrasi, anak-anak sejak dini harus dididik dengan pendidikan demokrasi berbasis Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945. Pendidikan demokrasi dalam keluarga harus dikuatkan lewat literasi politik tentang pengertian, macam, dan praktik demokrasi bersih,  hak dan kedaulatan rakyat  serta berperan serta dalam Pemilihan Umum.   Pendidikan Demokrasi: Dari Keluarga Semua Bermula Bukan hanya di ranah pemerintahan, demokrasi juga patut diterapkan di lingkungan masyarakat paling inti yaitu keluarga. Istilah demokrasi yang berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan) itu, bisa diaplikasikan dalam pola asuh, komunikasi, hingga pengambilan keputusan dalam keluarga. Setiap anggota keluarga terutama anak dapat bereksperimentasi dalam ruang keluarga yang lebih demokratis. Interaksi dalam keluarga adalah dari, oleh dan untuk anggota keluarga, orang tua menjadi pendamping yang setia mengasuh, mengasihi, mengawasi dan mengarahkan. Sebagian besar manusia hidup di dalam lingkungan keluarga sehingga keluarga memiliki peranan yang sangat penting di dalam pelaksanaan demokrasi. Keluarga-keluarga yang demokratis akan membentuk masyarakat yang demokratis dan jika berkembang akan membentuk kehidupan bernegara yang demokratis. Mengingat betapa pentingnya kehidupan di dalam keluarga maka perlu dikembangkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi di dalam kehidupan keluarga. Konteks demokrasi dalam pendidikan Demokrasi di keluarga memberikan kesempatan seluasnya kepada seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan potensi (fitrah). Batasan antara hak dan kewajiban orang tua dan anak, pendidikan anak, perbedaan gender laki-laki perempuan, tugas dan tanggungjawab suami istri. Mulai saat terbentuknya sebuah keluarga melalui ikatan pernikahan sampai pada interaksi selanjutnya dalam keseharian rumah tangga. Persamaan hak dan kebebasan yang terarah untuk mencapai sebuah tujuan keluarga turut menciptakan masyarakat demokratis.. Beberapa sikap yang perlu ditumbuhkan dalam keluarga, yakni : sikap  menghargai pendapat semua anggota keluarga. Beberapa orang tua masih sulit untuk mendengarkan penjelasan dari seorang anak karena menganggap bahwa orang tua selalu benar. Keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, harus dimulai dari keluarga. Lewat kegiatan sederhana, orang tua harus mengajarkan anak-anak untuk hidup demokratis. Melalui kegiatan di rumah seperti ketika membeli kebutuhan rumah tangga, menentukan keputusan, harus diajarkan pada anak sehingga muncul sikap demokratis dalam ucapan dan tindakan. Selain itu, orang tua tidak memaksakan kehendak kepada sesama anggota keluarga, ayah dan ibu perlu menghindari sikap otoriter. Bila seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, kemungkinan dia tidak cukup berani bertanya dan berpendapat. Ibu dan ayah harus mau mendengarkan pendapat anak, dan sekaligus menyadari bahwa tidaklah selalu pendapat orang dewasa yang harus menang. Dari hal-hal yang kecil, orang tua bisa mengajarkan demokrasi pada anak. Pelajaran demokrasi bukan hanya bermanfaat untuk anak, tapi orang tua menjadi kunci keberhasilan dari pelajaran demokrasi itu sendiri. Sistem paling populer yang dianut bangsa Indonesia  juga perlu diadopsi ke dalam keluarga dan harus dipupuk sejak anak usia dini. Dalam kehidupan keluarga modern dan demokratis, dituntut adanya pola komunikasi baru sebagai sarana interaksi antara orang tua dan anak. Setiap keluarga dapat memanfaatkan situasi yang unik, baik di meja makan, ketika menonton televisi, atau suasana lain yang bisa dikembangkan, agar terjadi komunikasi dua arah yang menyenangkan antara anggota keluarga. Iklim dialogis dan keterbukaan di lingkungan keluarga bisa menumbuhkan anak-anak untuk berkomunikasi. Mereka terlatih untuk bisa menerima dan mendengarkan orang lain. Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam pendidikan demokrasi. Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh anak-anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku sosial serta nilai-nilai demokratis dalam diri anak. Jika anak-anak ditumbuhkan dalam suasana cinta dan kasih sayang, akan membentuk karakter cinta, kasih dan sayang dalam jiwa dan kehidupan mereka. Sebaliknya anak-anak yang tumbuh dalam suasana kekerasan, akan mudah mentransformasikan kekerasan itu dalam perilaku sosial dan politik mereka. Simbol-simbol yang ada dalam keluarga juga merupakan bagian dari pendidikan demokrasi. Simbol-simbol demokrasi bukanlah simbol-simbol yang berkaitan dengan kekuasaan dan negara saja, melainkan semua simbol budaya memiliki muatan nilai nilai demokrasi. Bahkan sesungguhnya simbol-simbol itu sifatnya tidak langsung, tetapi terkadang lebih besar dan lebih dalam pengaruhnya dalam membentuk kesadaran anak-anak daripada simbol-simbol yang langsung. Dalam hal ini institusi sosial khususnya keluarga, lebih efektif dibandingkan dengan institusi-institusi politik pada umumnya dalam hal internalisasi nilai-nilai demokrasi. Pola asuh orang tua juga dituntut untuk dapat melihat situasi dan kondisi serta perkembangan anak. Seperti orang tua memberikan tugas kepada anak tentang tanggungjawab di rumah, kebebasan dalam pergaulan, keadilan dalam sebuah keputusan urusan keluarga dan memberikan seluas-luasnya anak untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga disebut sebagai orang tua yang demokratis dalam membimbing dan mengasuh anaknya. Namun demikian, pemberian pola asuh ini, harus diimbangi dengan pengawasan dan penguatan terhadap nilai, ilmu, agama, akhlak (moral) dan karakter yang seimbang. Semua itu intinya ada pada keluarga sebagai “madrasah pertama”. Demokratis dan tidaknya anak-anak sangat ditentukan pola pendidikan, pembelajaran, dan percontohan nyata dalam keluarga tentang demokrasi. Sudah saatnya semua anggota keluarga memahami pendidikan dan demokrasi bukanlah hal yang kontradiksi, namun justru bisa sejalan dan diterapkan di dalam keluarga. Jika pendidikan demokrasi tidak diterapkan dan dikuatkan dalam keluarga sejak dini, lalu kapan lagi? Salam Demokrasi... Kabar Banten 04 Februari 2022

ISLAM, DEMOKRASI, DAN PEMILU SERENTAK 2024

ISLAM, DEMOKRASI, DAN PEMILU SERENTAK 2024 Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang     Islam sebagai agama yang menyeluruh (kaffah), sehingga ajaran Islam tidak hanya terbatas pada hubungan manusia dengan Allah saja (habl minallah), tetapi juga pada hubungan sesama manusia (habl minannaas). Hubungan sesama manusia ini termanifestasikan dalam hubungan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Hingga kini, tema Islam, demokrasi, dan Pemilihan Umum (PEMILU) masih menjadi isu sentral masyarakat Indonesia, terutama menjelang pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Demokrasi masih diragukan kehalalannya hingga masyarakat menganggap tidak perlu berpartisipasi dalam Pemilu dan Pilkada. Pemilihan umum merupakan sebuah metode dalam sistem demokrasi yang bertujuan untuk memilih perwakilan rakyat sebagai pembuat kebijakan dan memilih pemimpin untuk menjalankan hukum serta kebijakan yang dibuat oleh perwakilan rakyat tersebut. Dalam pemilihan umum keputusan tertinggi diserahkan kepada suara mayoritas masyarakat. Demokrasi menjadi salah satu sistem pemerintahan negara terbaik oleh untuk mencapai cita-cita negara, sehingga banyak negara yang melakukan perubahan sisitem politik dari negara yang sebelumnya tidak demokrasi, menjadi negara yang demokrasi, salah satu nya adalah negara Indonesia. Keberadaan sistem demokrasi memberikan kebebasan diberbagai bidang telah memberikan kesempatakan kepada individu atau kelompok dan bahkan aliran dalam keagamaan untuk tumbuh dan berkembang. Jika dimaknai sebagai sebuah ideologi sebuah negara, maka negara tersebut harus menyerahkan kekuasaan tertinggi kepada rakyat, sehingga rakyatlah yang akan membentuk pemerintah dan membentuk kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat sebab dalam demokrasi segala sesuatunya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Islam sebagai agama yang juga komprenhensif (syumulliyah). Tidak ada suatu kasus apapun yang muncul dalam kehidupan manusia dari dahulu hingga akhir zaman, pasti ada jawaban hukumnya menurut syari’at, termasuk masalah demokrasi dan pemilu serta hal-hal lain yang berkaitan kehidupan berbangsa dan bernegara.   Islam dan Demokrasi Pemahaman hakekat demokrasi haruslah terlebih dahulu diawali dengan pengertian demokrasi serta nilai yang terkandung di dalamnya. Secara etimologis, demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-cratein” atau “demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara mengandung pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-maslah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara karena kebijakan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dari sudut organisasi, “demokrasi” berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Seringkali kita dihadapkan dengan kenyataan adanya kesalahan persepsi bagaimana hubungan antara Islam dan negara, atau secara khusus hubungan antara Islam dan demokrasi. Hal ini terjadi karena bersumber dari pemahaman terhadap fiqih Islam dan sejarah memang selalu mengundang tafsir yang berbeda, sejarah bisa dibaca atau disalahpahami untuk menguatkan atau melemahkan suatu pandangan tertentu. Konstitusi Madinah telah dipakai oleh mereka yang berargumen bahwa komunitas teladan telah dibangun oleh Nabi Muhammad secara demokratis, dengan konsultasi (syura) sebagai sesuatu yang wajib, bahkan bagi Rasul sendiri. Adapun hak kewargaan diberikan secara adil kepada baik Muslim maupun non Muslim. Menurut paham ini, Madinah merupakan model ideal suatu negara Islam yang berdasarkan syura’ dan persamaan. Islam sendiri menggunakan istilah musyawarah sebagai fondasi yang paling utama dalam kehidupan politik. Surat as-Syura’ ayat 38 menyatakan dengan tegas betapa pentingnya musyawarah:”Dan bagi orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang segala perkara mereka (diselesaikan melalui sistem) musyawarah di antara sesama mereka”. Selanjutnya dalam surat Ali Imran ayat 159 dinyatakan pula betapa pentingnya musyawarah dalam Islam, firman Allah: ”Maka disebabkan oleh rahmat Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” Prinsip ini sepenuhnya dilaksanakan oleh Nabi dalam kehidupan beliau, baik pribadi maupun umum dan sepenuhnya diikuti oleh para penguasa Islam masa awal hingga saat ini. Nabi Muhammad dalam memutuskan segala sesuatu selalu berpedoman pada al-Quran, namun dalam hal-hal yang tetentu yang belum diatur dalam Alquran, beliau tidak jarang mengajak musyawarah para sahabatnya. Sebagai contoh adalah ketika terjadi perang badar,  “…ketika Nabi saw menempatkan pasukan sahabat pada suatu posisi sewaktu perang Badar, kemudian Hubab ibn al-Mundzir ibn al-Jamuh bertanya: “ini perintah yang diturunkan Allah kepada engkau atau pendapat dan musyawarah” Nabi menjawab: “ini hanyalah pendapat dan musyawarah”. Maka dia (al-Hubab) menyarankan kepad Nabi posisi lain yang lebih cocok untuk kaum muslim, dan Nabi menerima sarannya itu.” Kalau dikaitkan dengan konteks negara modern yang jauh lebih kompleks seperti sekarang ini, proses musyawarah yang dijalankan pada zaman Nabi sebenarnya secara substantif tidak berbeda dengan apa yang diperlihatkan dalam proses politik saat ini, yaitu apa yang dikenal dengan representative democracy, karena kita juga memahami bahwa Nabi melakukan musyawarah tidak melibatkan semua warga masyarakat yang telah memiliki ‘political franchise’, akan tetapi musyawarah yang melibatkan para sahabat yang tentu saja sangat berpengaruh dalam lingkungan masyarakatnya. Begitu juga dalam persamaan derajat yang merupakan bagian dari unsur demokrasi, dalam surat al-Hujurat ayat 13 dinyatakan: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang pria dan wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” Dalam sebuah hadis juga pernah diriwayatkan bahwa Nabi secara tegas menyatakan tidak ada kelebihan antara orang Arab dan orang yang bukan Arab, yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya adalah ketakwaannya kepada Allah. Di dalam menjalankan roda pemerintahan, Nabi Muhammad kemudian merumuskan apa yang dikenal sebagai “Konstitusi Madinah” yang menjamin persamaan hak antara berbagai suku yang ada pada waktu itu dan mensyaratkan adanya satu persatuan sebagai landasan dalam hidup bernegara. Tidak hanya itu, Nabi Muhammad menyatakan dengan tegas pula bahwa kaum wanita pun seperti halnya kaum pria mempunyai hak untuk ikut berperang kalau keadaan memungkinkan. Islam, Demokrasi, dan Pemilu Serentak 2024 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan pemilu adalah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan pengertian ini jelas bahwa pemilu merupakan sarana, bukan tujuan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pemilu semua pihak harus memanfaatkan sarana ini secara baik dan benar demi terwujudnya kedaulatan rakyat. Demokrasi maupun pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana atau alat pegembalian hak ummat untuk memilih para pemimpin ummat maupun memilih wakilnya yang nantinya akan berbicara, menyampaikan pendapat, menuntut, membela dan melindungi hak-haknya dari hal-hal yang merugikan. Oleh karena itu demokrasi maupun pemilu mempunyai kedudukan yang amat strategi bagi terwujudnya pemerintahan yang amanah sesuai dengan kehendak dan cita-cita ummat. Pemilihan umum menjadi bagian penting sebagai standar dan/atau kriteria awal apakah sebuah negara dikategorikan demokratis atau non-demokratis. Syarat negara demokratis, yang di dalamnya termasuk adanya pergantian pemimpin secara berkala, menuntut untuk perlu diadakan pemilihan umum secara rutin dalam kurun waktu tertentu. Namun sebenarnya, momentum pemilihan umum dapat dimaknai lebih dari sekadar memilih dan/atau merotasi pemimpin. Pemilu adalah salah satu langkah awal dalam upaya melakukan transformasi dan perbaikan secara struktural demi tercapainya tujuan-tujuan mulia berbangsa dan bernegara menggunakan instrumen kekuasaan rakyat. Sejalan dengan hal itu, jika dikaitkan dengan konteks keumatan Islam, maka pemilihan umum harus dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi, sekaligus upaya pembenahan dan perbaikan, serta perubahan ke arah yang lebih baik, khususnya bagi kepentingan dan aspirasi umat Islam. Semenjak awal kemerdekaan di tahun 1945, Indonesia telah melaksanakan sebanyak 12 kali Pemilu dan dalam waktu dekat akan segera dihelat Pemilu yang keenam semenjak masa reformasi (tahun 2024). Dari Pemilu yang sebanyak itu, penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dari masa ke masa memiliki perbedaan satu sama lain, tergantung model kepemimpinan dari pemimpin yang berkuasa. Dari Pemilu yang sebanyak itu pula, umat Islam telah turut serta menyemarakkan pesta demokrasi di negeri ini, baik sebagai peserta Pemilu dengan cara membentuk partai politik, ataupun sekadar menjadi pemilih yang suaranya diperebutkan oleh peserta. Dalam konteks Pemilu 2024 serentak nanti, umat Islam bukan hanya dihadapkan pada pemilihan perwakilan di Dewan Perwakilan, melainkan juga pemilihan pemimpin negara secara langsung untuk yang kelima, setelah Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019, serta pemilihan pemimpin di tingkat daerah, baik Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dalam konteks Pemilu di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan fatwa atas wajibnya memilih pemimpin dalam Pemilu. Hal ini tertuang dalam keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Padang Panjang pada 26 Januari 2009 / 29 Muharram 1430 H, yang menyatakan bahwa: (1) Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa; (2) Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan Imamah dan Imarah dalam kehidupan bersama; (3) Imamah dan Imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat; (4) Memilih pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, hukumnya adalah wajib; dan (5) Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat, hukumnya adalah haram. Perjuangan politik Islam adalah upaya untuk menegakkan nilai-nilai universal Islam dalam masyarakat dan bangsa Indonesia dalam rangka menebarkan rahmat bagi alam semesta. Mengingat, latar belakang historis format perjuangan umat Islam adalah partisipasi penuh dalam membentuk Indonesia yang kuat, maju, adil, sejahtera, dan bermartabat, dianjurkan kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk melanjutkan tradisi perjuangan tersebut. Salah satu langkah termudahnya adalah dengan memilih pemimpin dan wakil yang berdasar pada ijtihad pribadi telah memenuhi standar untuk mampu mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat Islam di masa kini dan masa yang akan datang. Pentingnya memanfaatkan momentum Pemilu Serentak tahun 2024 untuk mewujudkan pemerintahan dan kepemimpinan yang adil berdasar aspirasi umat dan kepentingan bangsa, maka memilih pemimpin dan wakil di Parlemen menjadi sesuatu yang sangat diperlukan. Apabila setiap warga negara, terutama kaum Muslimin, memiliki kesempatan untuk memilih dan telah terdaftar sebagai pemilih yang sah, maka alangkah baiknya untuk menggunakan hak pilihnya. Selain itu, sebagai seorang Muslim, memilih bukan hanya diniatkan untuk kepentingan dunia atau sekadar menjalankan hak yang diakui dalam konstitusi, melainkan meniatkannya untuk mewujudkan Indonesia yang Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur, Islam yang Rahmatan lil Alamin, sekaligus doa agar setiap pemimpin dan wakil yang dipilih dan terpilih adalah mereka yang selalu dirahmati oleh Allah SWT dan mampu menciptakan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Salam Demokrasi.... (Banten Pos, 5 Januari 2022)

PENGELOLAAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM YANG TERPADU DAN TERINTEGRASI

PENGELOLAAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM YANG TERPADU DAN TERINTEGRASI   Oleh : Sagara S.H.,M.H Kasubag Hukum KPU Kabupaten Serang   Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang selanjutnya disingkat dengan nama JDIHN merupakan wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah dan cepat. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional menjadi dasar hukum untuk pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang terdiri dari beberapa kegiatan seperti pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan informasi dokumen hukum dimana sebelumnya pengelolaan JDIHN ini diatur berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi hukum Nasional yang telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Presiden sebagaimana tersebut diatas. Pemikiran pentingnya keberadaan JDIH untuk pertama kali dikemukakan dalam Seminar Hukum Nasional ke III di Surabaya pada tahun 1974. Pada acara seminar tersebut berkembang pendapat bahwa keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum yang baik merupakan syarat mutlak untuk membina hukum di Indonesia. Namun pada waktu itu baik dokumentasi maupun perpustakaan hukum di Indonesia masih dalam keadaan lemah dan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu pada acara seminar tersebut merekomendasikan; “Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) Hukum, agar dapat secepatnya berfungsi” Merespon hasil rekomendasi seminar tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional berupaya memprakarsai lokakarya-lokakarya di Jakarta tahun 1975, di Malang tahun 1977 dan di Pontianak tahun 1977. Agenda pokok dalam setiap lokakarya tersebut membahas kearah terwujudnya Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum serta menentukan program-program kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya dan terlaksananya pemikiran yang dicetuskan dalam seminar tahun 1974. Pemerintahan Jokowi pada tahun 2016 mengeluarkan paket kebijakan reformasi hukum. Program kebijakan reformasi hukum ini masuk dalam agenda strategis pemerintah, paket kebijakan reformasi hukum pada tahun 2016 ini dikenal dengan paket kebijakan reformasi hukum jilid I.Pada tahun 2017, Pemerintahan Jokowi mengeluarkan paket kebijakan reformasi hukum jilid II dengan salah satu kebijakannya terkait penataan regulasi. Masalah penataan regulasi ini menjadi perhatian khusus pemerintah agar dapat menghasilkan produk hukum yang berkualitas. Pada agenda penataan regulasi yaitu dengan melakukan penguatan pembentukan Peraturan Perundang- undangan, evaluasi seluruh Peraturan Perundang-undangan dan pembuatan database Peraturan Perundang-undangan yang terintegrasi. Untuk dapat melaksanakan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan cepat serta tersebar di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya, maka perlu membangun kerja sama dalam suatu jaringan dokumentasi dan informasi hukum nasional yang terpadu dan terintegrasi (JDIHN).  Organisasi Jaringan Dokumentasi dan Informasi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Pasal 4 ayat (1) terdiri atas Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia merupakan Pusat JDIHN sedangkan anggota JDIHN terdiri atas : Biro hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan Dokumen Hukum pada : Kementerian Negara; Sekretariat Lembaga Negara; Lembaga Pemerintah Non Kemeterian; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota; Perpustakaan hukum pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta Lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan oleh Menteri. Pengelolaan dokumen dan informasi hukum tentu saja membutuhkan sebuah standar yang diatur sebagai pedoman bagi organisasi JDIH, bahwa Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM mempunyai tugas dan fungsi menyusun dan/atau menyempurnakan pedoman/standar pengelolaan teknis dokumentasi dan informasi hukum yang kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2019 tentang Standar Pengelolaan Dokumen dan Informasi Hukum, hal ini dimaksudkan sebagai pedoman yang wajib digunakan dalam pengelolaan dokumen dan informasi hukum oleh seluruh anggota Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional agar dapat terwujudnya Pengelolaan dokumen dan informasi hukum yang tertata dengan baik, lengkap, akurat dan memudahkan. Standar pengelolaan dokumen dan informasi hukum meliputi standar pembuatan abstrak peraturan Perundang-undangan, standar pengelolaan dokumen dan informasi hukum, serta standar laporan evaluasi pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian berdasarkan Perpres Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional telah membentuk JDIH melalui Keputusan KPU RI Nomor 134/Kpts/KPU/Tahun 2016 yang dikeluarkan pada tanggal 28 Oktober 2016. JDIH Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang adalah salah satu anggota dari organisasi JDIH di lingkungan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dan telah terintegrasi dengan JDIH KPU RI yang dapat diakses oleh publik melalui alamat web https://jdih.kpu.go.id/banten/serang/ JDIH KPU Kabupaten Serang memuat beberapa informasi produk hukum yang mencakup Peraturan KPU, Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi Banten, Keputusan KPU Kabupaten Serang dan Putusan Pengadilan yang menempatkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang sebagai pihak yang berperkara. Salah satu contoh Keputusan Ketua KPU Kabupaten Serang yaitu tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Dan Hasil Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Serang Tahun 2020 dapat saudara pembaca akses pada laman JDIH KPU Kabupaten Serang. Dengan tersedianya laman JDIH KPU Kabupaten Serang ini diharapkan dapat banyak memberikan manfaat yang luas, antara lain sebagai salah satu upaya meningkatkan penyebarluasan informasi, memudahkan pencarian dokumen hukum, dan penelusuran peraturan perundang-undangan yang tertata dengan baik, lengkap, akurat dan memudahkan. (Telah terbit di Banten Pos, 1 November 2021)    

PILKADES DEMOKRATIS UNTUK PEMILU 2024 YANG BERINTEGRITAS

PILKADES  DEMOKRATIS UNTUK PEMILU 2024 YANG BERINTEGRITAS Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Kelahiran UU No 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menjadi oase yang menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan bagi re-demokratisasi desa. Regulasi baru ini menyediakan rute perubahan revolusioner bagi desa di dalam sistem NKRI. Terbitnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dirasa sebagai salah satu jawaban. Selain memberi pesan eksplisit berupa pengakuan (recognition) negara pada desa, regulasi ini juga memperjelas kedudukan dan kewenangan desa dalam politik pembangunan. Tumbuhnya inisiatif warga desa dalam arena demokrasi desa ini merupakan pertanda baik bagi berseminya gerakan sosial para aras desa yang akan menjadi “pupuk” dan “nutrisi” bagi bertumbuhkembangnya demokrasi yang subtantif. Perubahan struktur masyarakat, dinamika politik lokal serta keragaman pola kelola kekuasaan mengisyaratkan potret baru desa, yang kini mulai berubah. Romansa kehidupannya yang dulu identik keterbelakangan, miskin dan tertinggal, secara bertahap makin memancarkan pesona baru yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai inisiatif desa sebagai penanda kebangkitan lokalitas. Desa telah mengenal demokrasi sebelum negara kita terbentuk. Demokrasi desa memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai masyarakat komunal, warga desa kental dengan sikap toleran, tolong menolong, gotong royong dan saling menghargai. Kondisi ini pun membentuk kehidupan demokrasi desa yang juga toleran, saling menghormati, saling menolong, berpartisipasi secara sukarela, dan mengedepankan kemanusiaan.   Wajah demokrasi desa akan tergambar dalam segenap aspek kehidupan masyarakat desa, baik sosial-politik, sosial-ekonomi maupun sosial-budaya. Dalam tataran praktis, demokrasi desa terlihat dalam empat bentuk, yakni: memilih pemimpin (kepala desa), pemerintahan desa, musyawarah desa dan partisipasi warga.  Kepala desa adalah pemimpin di desa. Jarak politik antara kepala desa dengan warganya sangat dekat. Lebih dekat bila dibandingkan dengan bupati, gubernur, apalagi presiden. Pemerintah desa adalah pemberi layanan publik yang paling awal dan memiliki jarak psikologis paling dekat dengan warga. Karena itu, pemerintahan desa dapat dimaknai sebagai bentuk kehadiran negara yang paling dekat dengan rakyat. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar secara serentak pada 2020 dan 2021 menjadi sejarah baru bagi bangsa Indonesia, karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, Pilkades digelar di 1.296 desa yang berasal dari 24 kabupaten/kota, dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 4.221.476 orang. Sedangkan pada 2021, per 25 Mei ada sebanyak 2.394 desa dari 36 kabupaten/kota yang menggelar Pilkades, dengan jumlah pemilih sebanyak 4.183.425 orang. Selanjutnya, per bulan November 2021 ada 187 kabupaten/kota yang telah melaksanakan Pilkades serentak.  (https://www.antaranews.com/berita/8 Juni 2021). Pilkades Serentak 2021 telah digelar di empat kabupaten di Provinsi Banten, yang melibatkan 2.418.394 pemilih yang menentukan pilihannya di 5.379 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 691 desa. Keempat kabupaten di Provinsi Banten yang menggelar Pilkades Serentak 2021 tersebut, adalah Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. (https://kabarbanten.pikiran-rakyat.com/seputar-banten/21 November 2021).   Pilkades untuk Penguatan Demokrasi Pilkades Serentak Tahun 2021 telah usai, begitu pula Pilkada serentak tahun 2020. Meski telah usai, keduanya tetap menyisa soal bagaimana menguatkan demokrasi Indonesia. Salah satunya, bagaimana negara melihat demokrasi desa sebagai satu episentrum, sumber penguatan kualitas pemilu juga pilkada serentak tahun 2024 pada masa akan datang. Membangun kualitas pilkades sebelum tahun 2024 sama dengan mendesain kualitas pemilu dan Pilkada serentak 2024. Kesiapan keserentakan pilkades di setiap daerah bukan hanya dilihat dari bagaimana pelaksanaan itu dapat terselenggara tepat waktu, tetapi pada tahapan proses terselenggaranya pilkades harus dibangun lewat proses-proses bermartabat dalam demokrasi. Selama ini, desa tidak pernah sepi sebagai tempat perhelatan pesta demokrasi. Misalnya, tahun 2019 ada pemilu serentak nasional. Tahun 2020 ada 270 daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan 1.464 desa yang menggelar pemilihan kepala desa (pilkades). Tahun 2021 terdapat 5.996 desa yang menyelenggarakan pilkades.  Dari gambaran di atas, desa menjadi arena demokrasi dan ajang politik praktis. Agenda politik nasional dan daerah bahkan desa, semuanya bermuara pada arena politik desa. Sejauhmana partisipasi politik dan apakah rawan konflik atau tidak, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat melek politik. Pendidikan politik di desa akan mewarnai kehidupan demokrasi desa, baik untuk agenda politik nasional, daerah maupun desa itu sendiri.  Agenda politik seperti pemilu, pilkada dan pilkades tidak saja membentuk kekuasaan, tetapi juga membentuk karakter kehidupan berdemokrasi, baik tingkat nasional, daerah dan desa. Warna demokrasi desa akan menjadi warna demokrasi Indonesia. Potret demokrasi desa akan menjadi gambaran perilaku politik masyarakat Indonesia dan selanjutnya mewarnai akan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Karena itu, upaya memperkuat demokrasi desa merupakan bentuk perlawanan terhadap kemunduran demokrasi di negara kita, yang selama ini sudah tercemari dengan politisasi SARA dan politik uang.  Penguatan demokrasi desa menjadi pintu masuk untuk membangun demokrasi kita yang bermartabat, toleran dan manusiawi. Sirkulasi elit politik lokal di tingkat desa yang berjalan secara demokratis dalam tahapan Pilkades Serentak 2021 akan menentukan pola kepemimpinan dan kemajuan desa setempat di masa yang akan datang. Semua adalah cerita tentang bagaimana pemilih menghormati kedaulatannya sebagai pemilih.  Pilkades seharusnya dijadikan sebagai jalan menata perubahan termasuk menata perubahan kualitas demokrasi elektoral di Indonesia. Kualitas teknis penyelenggraan meningkat dan kualitas substansi demokrasi semakin meningkat. Dan Bangsa Indonesia sangat berkepentingan dengan demokrasi yang substansial termasuk di tingkat desa. Pilkades bukanlah semata cerita tentang teknis memilih pemimpin. Pilkades adalah cerita tentang asa hari ini, esok, dan masa depan desa yang berkemajuan. Pilkades adalah momentum politik terpenting di tingkat lokal. Kesadaran politik tentang kedaulatan rakyat dalam menentukan calon kepala desa sangat penting dimiliki.  Arah kepentingannya adalah seputar rasionalitas menentukan pemimpin yang dipandang punya pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai pemimpin. Pemimpin yang visioner, pemimpin yang memahami potensi desa setempat, pemimpin yang memahami kondisi sosial budaya warga. Pemimpin yang punya kapasitas mengoptimalkan seluruh potensi untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh warga desa. Desa maju, tentu saja kecamatan maju, kabupaten maju, provinsi maju dan Indonesia maju. Jadi efeknya banyak, jika warga benar-benar rasional dalam menentukan pilihan demi legasi masa depan generasi di setiap desa.    Pilkades Demokratis dan Pemilu Serentak 2024 yang Berintegritas Barometer kualitas demokrasi di Pilkades serentak akan ditentukan bagaimana pola interaksi antara panitia, pemilih, dan kandidat. Para stakeholder Pilkades selayaknya memiliki komitmen moril yang sama untuk menghadirkan Pilkades yang demokratis dan berkualitas. Soal integritas itu dimulai dari niat yang kuat untuk bersama menata jalan perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Tanpa niat dan komitmen yang kuat, maka Pilkades hanya akan menjadi perstiwa politik yang rutin digelar tetapi kering semangat memperbaiki kualitas demokrasi, kualitas kehidupan warga secara umum. Pada gelaran Pilkades serentak kita berharap banyak agar lahir pemilih yang cerdas, yang rasional, yang pro terhadap perubahan demi kemajuan desa. Adapun pentingnya mewujudkan integritas pemilu didasari pada pandangan bahwa pemilu diselenggarakan untuk menjunjung tinggi sekaligus menegakkan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi. Apabila pemilu tidak dilaksanakan dengan basis integritas, maka berpotensi melahirkan penyelenggara pemilu yang tidak bertanggungjawab yang berimplikasi pada minimnya partisipasi politik dan hilangnya kepercayaan publik pada proses demokrasi (Nasef: 2012). Integritas pemilu terlihat jika pemilu dapat terlaksana berdasarkan atas prinsip pemilu yang demokratis dan pemenuhan hak pilih universal dan kesetaraan politik seperti yang tercermin pada standar internasional. Penyelenggara Pemilu yang profesional, tidak memihak dan senantiasa transparan dalam pelaksanaannya, menjadi sebuah tantangan utama menuju pemilu berintegritas yang pengelolaannya dilakukan melalui suatu siklus pemilu. (Global CommissiononElection,2012:6). Menurut Ramlan Surbakti, integritas dari sebuah Pemilu adalah jika pelaksanaannya berdasarkan kepastian hukum yang dirumuskan sesuai asas Pemilu demokratis. Pemilu Berintegritas adalah Pemilu yang jauh dari praktik manipulasi pemilu (electoral fraud), seperti manipulasi perhitungan suara, pendaftaran pemilih secara ilegal, intimidasi terhadap pemilih yang bertentangan dengan semangat undang-undang pemilu atau merupakan pelecehan terhadap prinsip-prinsip demokrasi (Pasaribu dkk, 2018). Elklit dan Svenson mengajukan definisi integritas pemilu dengan menggunakan konsep pemilu yang bebas, adil berdasarkan teori demokrasi dan menerapkannya pada setiap tahapan pemilu sebelum, pada saat dan sesudah hari pemungutan suara (Pasaribu dkk, 2018). Saat ini, kita telah memiliki instrumen kelembagaan dan aturan yang memang sudah dirancang sedemikian rupa untuk mewujudkan apa yang disebut dengan integritas pemilu itu. Pertama, soal kelembagaan (institution). Kita telah memiliki 3 (tiga) lembaga kepemiluan yang saling berhubungan kaitannya dengan penegakan integritas pemilu. Disamping Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai tugas menyelenggarakan pemilu, terdapat lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu dalam salah tugasnya ialah menegakkan integritas pemilu. Sedangkan DKPP dibentuk dalam rangka untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Hadirnya Bawaslu dan DKPP tersebut sekaligus menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan integritas pemilu. Pada pasal 2 UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip prinsip seperti : mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efesien. Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara pemilu sudah sangat jelas dan ideal sehingga jika ingin hasil pemilu berintegritas maka seluruh penyelenggara pemilu baik dari pusat maupun tingkat terbawah wajib memegang dan melaksanakan prinsip prinsip  tersebut sebagai sebuah ikatan dan kontrak moral untuk bangsa dan negaranya karena melalui merekalah (penyelenggara pemilu) akan dihasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang berkualitas dan berintegritas yang akan membawa perubahan lebih baik untuk negara dan bangsa. Kedua, terkait aturan (rules). Sudah begitu banyak dan ketat aturan soal bagaimana integritas pemilu itu harus diwujudkan. Dari mulai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hingga Peraturan teknis lainnya (seperti Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu) mengatur detail terkait apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan baik bagi komisioner penyelenggara maupun kepada peserta pemilu. Berbagai aturan yang sudah ada tersebut menggenapi langkah Indonesia untuk menghadirkan pemilu yang berintegritas. Meski kelembagaan dan aturan sudah cukup memadai dalam mewujudkan integritas pemilu, namun perjalanan demokrasi kita tidaklah berjalan di ruang hampa. Maraknya politik uang, tidak netralnya birokrasi dan penyelenggara pemilu, mahar politik, penyebaran hoax dalam kampanye, masih menjadi tantangan yang serius. Oleh karena itu, marilah kita jadikan pesta rakyat pada momentm Pilkades yang lalu sebagai upaya serius untuk perbaikan kualitas demokrasi bangsa karena bagaimanapun efek bola salju pasti akan terjadi, jika Pilkades berjalan secara demokratis, tentu akan mewujudkan pemilu serentak 2024 sebagai pemilu yang berintegritas dan tentunya akan mempengaruhi indeks demokrasi Indonesia di tingkat global. Selamat bagi Kepalas Desa terpilih….Selamat menyongsong Pemilu dan Pilkada Serentak 2024….Salam Demokrasi…Salam Integritas… (Banten Pos, 23/11/2021)

Publikasi