PILKADES DEMOKRATIS UNTUK PEMILU 2024 YANG BERINTEGRITAS

PILKADES  DEMOKRATIS UNTUK PEMILU 2024 YANG BERINTEGRITAS

Oleh : Zaenal Mutiin

Anggota KPU Kabupaten Serang

 

Kelahiran UU No 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menjadi oase yang menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan bagi re-demokratisasi desa. Regulasi baru ini menyediakan rute perubahan revolusioner bagi desa di dalam sistem NKRI. Terbitnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dirasa sebagai salah satu jawaban. Selain memberi pesan eksplisit berupa pengakuan (recognition) negara pada desa, regulasi ini juga memperjelas kedudukan dan kewenangan desa dalam politik pembangunan.

Tumbuhnya inisiatif warga desa dalam arena demokrasi desa ini merupakan pertanda baik bagi berseminya gerakan sosial para aras desa yang akan menjadi “pupuk” dan “nutrisi” bagi bertumbuhkembangnya demokrasi yang subtantif.

Perubahan struktur masyarakat, dinamika politik lokal serta keragaman pola kelola kekuasaan mengisyaratkan potret baru desa, yang kini mulai berubah. Romansa kehidupannya yang dulu identik keterbelakangan, miskin dan tertinggal, secara bertahap makin memancarkan pesona baru yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai inisiatif desa sebagai penanda kebangkitan lokalitas.

Desa telah mengenal demokrasi sebelum negara kita terbentuk. Demokrasi desa memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai masyarakat komunal, warga desa kental dengan sikap toleran, tolong menolong, gotong royong dan saling menghargai. Kondisi ini pun membentuk kehidupan demokrasi desa yang juga toleran, saling menghormati, saling menolong, berpartisipasi secara sukarela, dan mengedepankan kemanusiaan.  

Wajah demokrasi desa akan tergambar dalam segenap aspek kehidupan masyarakat desa, baik sosial-politik, sosial-ekonomi maupun sosial-budaya. Dalam tataran praktis, demokrasi desa terlihat dalam empat bentuk, yakni: memilih pemimpin (kepala desa), pemerintahan desa, musyawarah desa dan partisipasi warga. 

Kepala desa adalah pemimpin di desa. Jarak politik antara kepala desa dengan warganya sangat dekat. Lebih dekat bila dibandingkan dengan bupati, gubernur, apalagi presiden. Pemerintah desa adalah pemberi layanan publik yang paling awal dan memiliki jarak psikologis paling dekat dengan warga. Karena itu, pemerintahan desa dapat dimaknai sebagai bentuk kehadiran negara yang paling dekat dengan rakyat.

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar secara serentak pada 2020 dan 2021 menjadi sejarah baru bagi bangsa Indonesia, karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, Pilkades digelar di 1.296 desa yang berasal dari 24 kabupaten/kota, dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 4.221.476 orang. Sedangkan pada 2021, per 25 Mei ada sebanyak 2.394 desa dari 36 kabupaten/kota yang menggelar Pilkades, dengan jumlah pemilih sebanyak 4.183.425 orang. Selanjutnya, per bulan November 2021 ada 187 kabupaten/kota yang telah melaksanakan Pilkades serentak.  (https://www.antaranews.com/berita/8 Juni 2021).

Pilkades Serentak 2021 telah digelar di empat kabupaten di Provinsi Banten, yang melibatkan 2.418.394 pemilih yang menentukan pilihannya di 5.379 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 691 desa. Keempat kabupaten di Provinsi Banten yang menggelar Pilkades Serentak 2021 tersebut, adalah Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. (https://kabarbanten.pikiran-rakyat.com/seputar-banten/21 November 2021).

 

Pilkades untuk Penguatan Demokrasi

Pilkades Serentak Tahun 2021 telah usai, begitu pula Pilkada serentak tahun 2020. Meski telah usai, keduanya tetap menyisa soal bagaimana menguatkan demokrasi Indonesia. Salah satunya, bagaimana negara melihat demokrasi desa sebagai satu episentrum, sumber penguatan kualitas pemilu juga pilkada serentak tahun 2024 pada masa akan datang.

Membangun kualitas pilkades sebelum tahun 2024 sama dengan mendesain kualitas pemilu dan Pilkada serentak 2024. Kesiapan keserentakan pilkades di setiap daerah bukan hanya dilihat dari bagaimana pelaksanaan itu dapat terselenggara tepat waktu, tetapi pada tahapan proses terselenggaranya pilkades harus dibangun lewat proses-proses bermartabat dalam demokrasi.

Selama ini, desa tidak pernah sepi sebagai tempat perhelatan pesta demokrasi. Misalnya, tahun 2019 ada pemilu serentak nasional. Tahun 2020 ada 270 daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan 1.464 desa yang menggelar pemilihan kepala desa (pilkades). Tahun 2021 terdapat 5.996 desa yang menyelenggarakan pilkades. 

Dari gambaran di atas, desa menjadi arena demokrasi dan ajang politik praktis. Agenda politik nasional dan daerah bahkan desa, semuanya bermuara pada arena politik desa. Sejauhmana partisipasi politik dan apakah rawan konflik atau tidak, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat melek politik. Pendidikan politik di desa akan mewarnai kehidupan demokrasi desa, baik untuk agenda politik nasional, daerah maupun desa itu sendiri. 

Agenda politik seperti pemilu, pilkada dan pilkades tidak saja membentuk kekuasaan, tetapi juga membentuk karakter kehidupan berdemokrasi, baik tingkat nasional, daerah dan desa. Warna demokrasi desa akan menjadi warna demokrasi Indonesia. Potret demokrasi desa akan menjadi gambaran perilaku politik masyarakat Indonesia dan selanjutnya mewarnai akan seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Karena itu, upaya memperkuat demokrasi desa merupakan bentuk perlawanan terhadap kemunduran demokrasi di negara kita, yang selama ini sudah tercemari dengan politisasi SARA dan politik uang.  Penguatan demokrasi desa menjadi pintu masuk untuk membangun demokrasi kita yang bermartabat, toleran dan manusiawi.

Sirkulasi elit politik lokal di tingkat desa yang berjalan secara demokratis dalam tahapan Pilkades Serentak 2021 akan menentukan pola kepemimpinan dan kemajuan desa setempat di masa yang akan datang. Semua adalah cerita tentang bagaimana pemilih menghormati kedaulatannya sebagai pemilih. 

Pilkades seharusnya dijadikan sebagai jalan menata perubahan termasuk menata perubahan kualitas demokrasi elektoral di Indonesia. Kualitas teknis penyelenggraan meningkat dan kualitas substansi demokrasi semakin meningkat. Dan Bangsa Indonesia sangat berkepentingan dengan demokrasi yang substansial termasuk di tingkat desa. Pilkades bukanlah semata cerita tentang teknis memilih pemimpin. Pilkades adalah cerita tentang asa hari ini, esok, dan masa depan desa yang berkemajuan. Pilkades adalah momentum politik terpenting di tingkat lokal. Kesadaran politik tentang kedaulatan rakyat dalam menentukan calon kepala desa sangat penting dimiliki. 

Arah kepentingannya adalah seputar rasionalitas menentukan pemimpin yang dipandang punya pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai pemimpin. Pemimpin yang visioner, pemimpin yang memahami potensi desa setempat, pemimpin yang memahami kondisi sosial budaya warga. Pemimpin yang punya kapasitas mengoptimalkan seluruh potensi untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh warga desa. Desa maju, tentu saja kecamatan maju, kabupaten maju, provinsi maju dan Indonesia maju. Jadi efeknya banyak, jika warga benar-benar rasional dalam menentukan pilihan demi legasi masa depan generasi di setiap desa. 

 

Pilkades Demokratis dan Pemilu Serentak 2024 yang Berintegritas

Barometer kualitas demokrasi di Pilkades serentak akan ditentukan bagaimana pola interaksi antara panitia, pemilih, dan kandidat. Para stakeholder Pilkades selayaknya memiliki komitmen moril yang sama untuk menghadirkan Pilkades yang demokratis dan berkualitas. Soal integritas itu dimulai dari niat yang kuat untuk bersama menata jalan perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Tanpa niat dan komitmen yang kuat, maka Pilkades hanya akan menjadi perstiwa politik yang rutin digelar tetapi kering semangat memperbaiki kualitas demokrasi, kualitas kehidupan warga secara umum.

Pada gelaran Pilkades serentak kita berharap banyak agar lahir pemilih yang cerdas, yang rasional, yang pro terhadap perubahan demi kemajuan desa. Adapun pentingnya mewujudkan integritas pemilu didasari pada pandangan bahwa pemilu diselenggarakan untuk menjunjung tinggi sekaligus menegakkan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi. Apabila pemilu tidak dilaksanakan dengan basis integritas, maka berpotensi melahirkan penyelenggara pemilu yang tidak bertanggungjawab yang berimplikasi pada minimnya partisipasi politik dan hilangnya kepercayaan publik pada proses demokrasi (Nasef: 2012).

Integritas pemilu terlihat jika pemilu dapat terlaksana berdasarkan atas prinsip pemilu yang demokratis dan pemenuhan hak pilih universal dan kesetaraan politik seperti yang tercermin pada standar internasional. Penyelenggara Pemilu yang profesional, tidak memihak dan senantiasa transparan dalam pelaksanaannya, menjadi sebuah tantangan utama menuju pemilu berintegritas yang pengelolaannya dilakukan melalui suatu siklus pemilu. (Global CommissiononElection,2012:6).

Menurut Ramlan Surbakti, integritas dari sebuah Pemilu adalah jika pelaksanaannya berdasarkan kepastian hukum yang dirumuskan sesuai asas Pemilu demokratis. Pemilu Berintegritas adalah Pemilu yang jauh dari praktik manipulasi pemilu (electoral fraud), seperti manipulasi perhitungan suara, pendaftaran pemilih secara ilegal, intimidasi terhadap pemilih yang bertentangan dengan semangat undang-undang pemilu atau merupakan pelecehan terhadap prinsip-prinsip demokrasi (Pasaribu dkk, 2018). Elklit dan Svenson mengajukan definisi integritas pemilu dengan menggunakan konsep pemilu yang bebas, adil berdasarkan teori demokrasi dan menerapkannya pada setiap tahapan pemilu sebelum, pada saat dan sesudah hari pemungutan suara (Pasaribu dkk, 2018).

Saat ini, kita telah memiliki instrumen kelembagaan dan aturan yang memang sudah dirancang sedemikian rupa untuk mewujudkan apa yang disebut dengan integritas pemilu itu. Pertama, soal kelembagaan (institution). Kita telah memiliki 3 (tiga) lembaga kepemiluan yang saling berhubungan kaitannya dengan penegakan integritas pemilu. Disamping Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai tugas menyelenggarakan pemilu, terdapat lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu dalam salah tugasnya ialah menegakkan integritas pemilu. Sedangkan DKPP dibentuk dalam rangka untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Hadirnya Bawaslu dan DKPP tersebut sekaligus menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan integritas pemilu.

Pada pasal 2 UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip prinsip seperti : mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efesien. Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara pemilu sudah sangat jelas dan ideal sehingga jika ingin hasil pemilu berintegritas maka seluruh penyelenggara pemilu baik dari pusat maupun tingkat terbawah wajib memegang dan melaksanakan prinsip prinsip  tersebut sebagai sebuah ikatan dan kontrak moral untuk bangsa dan negaranya karena melalui merekalah (penyelenggara pemilu) akan dihasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang berkualitas dan berintegritas yang akan membawa perubahan lebih baik untuk negara dan bangsa.

Kedua, terkait aturan (rules). Sudah begitu banyak dan ketat aturan soal bagaimana integritas pemilu itu harus diwujudkan. Dari mulai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hingga Peraturan teknis lainnya (seperti Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu) mengatur detail terkait apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan baik bagi komisioner penyelenggara maupun kepada peserta pemilu. Berbagai aturan yang sudah ada tersebut menggenapi langkah Indonesia untuk menghadirkan pemilu yang berintegritas.

Meski kelembagaan dan aturan sudah cukup memadai dalam mewujudkan integritas pemilu, namun perjalanan demokrasi kita tidaklah berjalan di ruang hampa. Maraknya politik uang, tidak netralnya birokrasi dan penyelenggara pemilu, mahar politik, penyebaran hoax dalam kampanye, masih menjadi tantangan yang serius.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan pesta rakyat pada momentm Pilkades yang lalu sebagai upaya serius untuk perbaikan kualitas demokrasi bangsa karena bagaimanapun efek bola salju pasti akan terjadi, jika Pilkades berjalan secara demokratis, tentu akan mewujudkan pemilu serentak 2024 sebagai pemilu yang berintegritas dan tentunya akan mempengaruhi indeks demokrasi Indonesia di tingkat global. Selamat bagi Kepalas Desa terpilih….Selamat menyongsong Pemilu dan Pilkada Serentak 2024….Salam Demokrasi…Salam Integritas… (Banten Pos, 23/11/2021)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 6,880 Kali.