Opini

12069

PENDIDIKAN DEMOKRASI DIMULAI SEJAK DINI

PENDIDIKAN DEMOKRASI DIMULAI SEJAK DINI Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi berbudaya. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai enkulturisasi dan sosialisasi. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 mengatakan, ”pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi pendidikan nasional, selain pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam pembentukan mental peserta didik sesuai nilai-nilai demokrasi, demokrasi di sekolah juga mencakup proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Hal ini diantaranya adalah untuk menyikapi persoalan yang tentunya tekait dengan nilai-nilai demokrasi dalam hal ilmu pengetahuan. Demokrasi merupakan suatu proses pendidikan, bukan suatu yang dapat diciptakan dalam waktu sekejap. Karena itu betapa penting proses pendidikan dan latihan berdemokrasi baik pada institusi sosial, ekonomi, budaya, apalagi pada institusi politik karena demokrasi hanya akan tumbuh bila ada kesadaran berdemokrasi (Democratic Consciousness) dan sikap tanggungjawab dalam berdemokrasi (Democratic Responsibility), karena demokrasi pada prinsipnya bukan hanya sekedar cara memperoleh kekuasan tetapi sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakat yang semakin melek dan berpartisipasi dalam berdemokrasi. Dalam proses penerapan nilai nilai demokrasi, tidak hanya di level Negara, tetapi juga berdemokrasi dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah merupakan tempat kedua setelah rumah sebagai tempat yang perlu untuk ditanamkannya sistem demokrasi di dalamnya. Mendidik anak-anak bangsa akan melahirkan calon-calon pemimpin bangsa di masa depan, itulah alasannya mengapa perlu diwujudkan kehidupan yang demokratis dan pentingnya upaya agar dunia pendidikan mampu menaburkan benih-benih demokrasi kepada peserta didik dan melahirkan pejuang demokrasi yang cerdas dan handal.   Pendidikan dan Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan adalah watak nasional suatu bangsa. Hal ini perlu dicanangkan guna mencapai cita-cita nasional dalam mencerdaskan kehidupan, karena pada hakikatnya pendidikan memberikan kesempatan seseorang untuk memiliki dan menguasai pengetahuan. Namun, setiap orang juga perlu memahami batas-batas dirinya dan orang lain. Namun faktanya di kehidupan nyata masih banyaknya kasus bully di sekolah, perbedaan ras yang menyebabkan konflik antar peserta didik, kurangnya kesadaran akan pentingnya sikap toleransi antar umat beragama, masih banyaknya tindakan mencontek ketika ujian, dan juga adanya perbedaaan hak di lingkungan sekolah. Segala fenomena itu makin menyadarkan kita bahwa demokrasi memang tidak dapat dipelajari secara instan, misalnya melalui sebuah kursus ‘kilat’ ketika seseorang baru terpilih dan duduk sebagai pimpinan nasional maupun daerah atau anggota dewan. Hal itu tak ubahnya seperti upaya membentuk gaya dan kepribadian baru dalam berdemokrasi dari landasan kepribadian lama yang sesungguhnya tidak lentur lagi. Sebuah upaya yang pasti sangat sulit, karena nilai-nilai demokrasi yang mengendap dan tertanam dalam alam bawah sadarnya sudah sangat melekat dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana yang bersangkutan berada. Demokrasi mempunyai paling tidak ada dua konteks, yaitu pertama, dalam kehidupan bernegara, yang menyangkut sistem pemerintahan, peran lembaga, dan partai politik. Kedua, demokrasi sebagai perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang terbuka di mana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri dengan mengakui perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakatnya. Demokrasi pada prinsipnya adalah menghargai dan menghormati adanya perbedaan, baik dalam mengajukan pendapat, menentukan pilihan dan lain sebagainya. Prinsip tersebut haruslah menjadi bagian dari karakter anak. oleh sebab itu, nilai-nilai demokrasi seharusnya sudah diajarkan dan ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Penanaman nilai-nilai tersebut dapat ditularkan/diajarkan di sekolah, melalui pergaulan sehari-hari di lingkungan sekolah oleh pendidik. Nilai-nilai demokratis itu adalah mengakui persamaan derajat, menghargai pihak lain, mau bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat orang lain, menerima dan menghargai perbedaan kultur dalam masyarakat, peka terhadap kesulitan orang lain, berlaku adil, memiliki kemauan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan sosial. Nilai-nilai demokrasi tersebut hendaknya dapat diaktualisasikan di dalam kehidupan nyata melalui suatu transformasi. Nilai-nilai demokrasi tersebut semestinya sudah disosialisasikan atau diajarkan  semenjak masih usia dini. Hal ini penting, karena ada keyakinan dalam psikologi perkembangan anak, bahwa pengalaman-pengalaman pada masa usia dini merupakan landasan dasar terbentuknya kepribadian seseorang di masa mendatang. Sampai derajat tertentu, orang dewasa merupakan produk dari pemeliharaan dan pembentukan yang telah diterima pada masa anak-anak. Walaupun pribadi seseorang sudah menjadi dewasa, namun unsur-unsur “anak-anak” itu masih selalu akan menetap lekat pada diri masing-masing.   Sekolah dan Pendidikan Demokrasi Sejak Dini Kehidupan sekolah merupakan jembatan atau transisi bagi anak dalam rangka penanaman nilai-nilai demokrasi dalam diri seorang anak. Sekolah merupakan pengganti orang tua dalam mendidik seorang anak. Penanaman-penanaman nilai demokrasi ini biasanya dilakukan dengan mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai demokrasi, misalnya melalui pembelajaran di kelas. Untuk mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi yang telah diajarkan maka sekolah memberikan sarana kepada siswa berupa organisasi-organisasi. Organisasi ini bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa untuk lebih bersifat demokratis, bertanggung jawab, serta menghargai sehingga diharapkan dapat berguna sebagai bekal siswa yang nantinya akan terjun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil (mini society) yang merupakan wahana pengembangan peserta didik, dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran yang demokrasi (democratic instruction), agar terjadi proses belajar yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan iklim pendidikan yang demikian diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus pembangunan masa depan yang sabar, kompeten, mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif dan siap menghadapi berbagai macam tantangan. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi, pendidikan demokratis merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan sejak dini secara terencana, sistematis, dan berkesinambungan. Hal ini agar demokrasi yang berkembang tidak disalahgunakan atau menjurus kepada anarki, karena kebebasan yang kebablasan, sehingga merusak fasilitas umum, menghujat atau memfitnah pun dianggap sebagai bagian dari demokrasi. Pendidikan demokrasi adalah pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta pengelola pendidikan. Pendidikan yang baik dalam demokrasi itu melibatkan dan menghargai semua kalangan sehingga menghasilkan suatu pendekatan yang lebih komprehensif, deliberatif, dan partisipatif. Salah satu pekerjaan rumah kita adalah tentang penumbuhan kesadaran politik kewargaan, yaitu bagaimana warga berdaya agar demokrasi Indonesia mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan. Artinya, warga yang setara, pendidikannya baik, dan cerdas membuat demokrasi kita menjadi lebih baik. Pendidikan demokrasi dalam prakteknya berimplikasi pada demokrasi pembelajaran dengan indikasi menciptakan suasana dialogis. Tuntutan suasana dialogis belakangan ini sebagai suatu yang tak terelakkan lagi dalam kehidupan pendidikan demokratis, sekaligus membuktikkan adanya pergeseran posisi peserta didik dari posisi objek ke posisi subjek dalam berbagai kesempatan. Posisi peserta didik sebagai pembelajar akan selalu mengesankan kondisi aktif pada anak didik, terdidik maupun objek didik; Pendidikan demokrasi sejak dini sangat baik karena dapat membantu masyarakat untuk berpikir kritis. Dan dengan pemikiran yang demokratis dapat membangun Negara Indonesia yang lebih baik asalkan pemerintahannya berjalan dengan sistem demokrasi yang bersih. Maka dari itu diperlukan pendidikan sejak usia dini. Buka hanya di sekolah formal, tapi juga di lingkungan bergaul, sekitar dan lingkungan keluarga. Pendidikan demokratis merupakan tuntutan untuk terwujudnya masyarakat yang bebas berpikir dan berkreasi. Oleh karena itu prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan politik, kebebasan intelektual dan kebebasan untuk berbeda pendapat merupakan prinsip yang harus dilaksanakan pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tujuan dari pendidikan demokrasi adalah meningkatkan pemahaman dan kesadaran atas nilai-nilai demokrasi untuk menjadikan warga negara tidak lagi sebagai ignore people. Pendidikan seharusnya membawa mereka menjadi makhluk yang independen dan memiliki bargaining position terhadap penguasa. Oleh karena itu, mengajari anak berdemokrasi berarti mengalirkan seperangkat nilai-nilai demokrasi sebagai dasar filsafat hidup bahwa pribadi manusia adalah makhluk bebas dan sederajat dengan sesamanya. Hal ini penting dilakukan untuk pembentukan watak dan karakter anak agar tumbuh menjadi manusia berkualitas, berkepribadian serta bertoleransi dalam kehidupan bersama kelak. Dengan mengajarkan anak berdemokrasi sejak dini maka berarti kita telah ikut membantu mempersiapkan sebuah generasi penerus dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi yang memegang teguh niai-nilai etika, moral dan sosial dan apabila sekolah sudah mampu mewujudkan kehidupan yang demokratis, maka akan di iringi pula dengan terbentuknya Negara yang demokratis. Salam Demokrasi... Banten Pos, 4 Februari 2022    


Selengkapnya
7920

PENDIDIKAN DEMOKRASI: DARI KELUARGA SEMUA BERMULA

PENDIDIKAN DEMOKRASI: DARI KELUARGA SEMUA BERMULA Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Derasnya arus demoralisasi akibat maju­nya teknologi komunikasi dan infor­masi saat ini membuat anak-anak mudah meniru perilaku tak bermoral yang didapatkan dari media-media sosial. Disinilah, keluarga adalah agen yang tepat untuk menciptakan kondisi ramah bagi pena­naman nilai-nilai moral, se­hingga anak bisa belajar mengenai betapa menjunjung tinggi akhlak menjadi hal penting dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Akhir-akhir ini marak perilaku tak berakhlak yang menjangkiti para pelajar. Guru yang tak lagi dihormati dan bahkan ada yang dipermalukan/dianiaya serta tawuran dan perkelahian antarsiswa merupakan bukti betapa pendidikan demokrasi harus menjadi perhatian utama dalam pendidikan. Namun demikian, dengan masih banyaknya perilaku tak menunjukkan akhlak yang dilakukan oleh murid, anggapan bahwa sekolah gagal mendidik siswa tidak sepenuhnya tepat. Hal ini karena pendidikan mencakup pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan. Secara prinsip, keluargalah yang memiliki tanggung jawab utama dalam pendidikan anak. Perlu dipahami, tugas mendidik bukan hanya kewajiban institusi pendidikan. Banyak orang tua yang berpikiran, men­didik hanya tugas sekolah. Kalau sudah di sekolah, ya tugas mereka merasa selesai. Kalau ada kesalahan anak, orang tua menyalahkan sekolah. Mereka tak mau menengok diri. Mereka tak mau memperbaiki cara asuh dalam keluarga. Orang tua sebagai pendidik dan lingkungan pertama yang dimiliki oleh setiap anak memiliki bertanggung jawab besar atas terben­tuknya segala karakter. Perhatian orang tua harus mampu menyediakan pendi­dikan yang tepat membentuk karakter anak sejak dini. Sebab, karakter anak di masa mendatang cerminan pendidikan masa kecil. Artinya, jika sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan sikap toleran dengan kebhinnekaan, niscaya dia juga akan berbuat demikian di masa depan. Jadi, pentingnya pendidikan dalam keluarga seyogyanya menyadarkan orang tua betapa perilaku tak berakhlak seringkali dipicu oleh kondisi kehidupan keluarga yang tidak kondusif. Orang tua kerap lebih disibukkan urusan mencari materi, sehingga melupakan jalinan emosi dan komunikasi dengan anak. Pada­hal, sen­tuhan emosi dan komunikasi dapat me­nyebabkan anak merasakan keha­ngatan dan perhatian orang tua. Ini dapat men­cegah anak melakukan pelarian ke hal-hal negatif dan melakukan tindakan tidak berakhlak.    Keluarga dan Pendidikan Demokrasi Keluarga sebagai bagian integral dari masyarakat menjadi miniatur yang merepresentasikan kondisi masyarakat. Komunitas keluarga menjadi pondasi penentu bagi keberlangsungan entitas masyarakat. Masyarakat tersusun dari banyak keluarga dan keluarga terdiri dari beberapa individu. Pada dasarnya, baiknya suatu masyarakat tergantung kepada baiknya keluarga-keluarga dan baiknya suatu keluarga tergantung kepada baiknya individu-individu dalam keluarga, sedang baiknya          individu tergantung kepada pembawaan dan lingkungan yang baik. Sosialisasi primer seorang manusia berada di dalam ke­luarga, sedangkan lingkungan, teman sepermainan, sekolah, maupun media massa (internet, koran, majalah, buku, dan lain-lain) hanya agen sosialisasi sekunder bagi manusia. Setiap per­masalahan dalam diri, memiliki keterkaitan erat dengan kondisi sosialisasi yang dijalani dalam keluarga. Nilai-nilai, norma-norma, dan keya­kinan manusia dibangun dari keluarga. Keluargalah yang paling dominan membentuk sikap, perilaku, dan kepri­badian manusia. Disinilah pentingnya ada penyadaran politik di tengah masyarakat dimulai dari keluarga. Karena keluarga adalah cikal bakal masyarakat yang sadar politik. Pendidikan demokrasi dalam keluarga harus dimulai dari pasangan suami istri, kemudian kepada anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya. Selama ini masih sedikit yang memahami pentingnya pendidikan demokrasi dalam keluarga. Peran keluarga dalam satuan pendidikan anak tidak sebatas pemenuhan dukungan terhadap materiil, sandang, namun juga menguatkan karakter demokratis. Akibatnya muncul pemahaman yang salah terhadap demokrasi, politik itu kotor, politisi itu buruk, salah satunya disebabkan tidak adanya pendidikan demokrasi sejak dini dalam keluarga. Minimnya pendidikan demokrasi yang bersih, santun, jujur, dan visioner itulah menjadikan generasi muda kita apolitis dan menilai politik selamanya kotor. Padahal, politik itu suci, ia adalah siyasah dan metode memilih pemimpin yang sah. Keluarga harus menjadi pelopor pendidikan demokrasi untuk membangun generasi yang melek politik. Pendidikan demokrasi dalam keluarga sangat strategis membangun generasi yang melek demokrasi. Sebagai warga negara yang hidup dengan sistem demokrasi, anak-anak sejak dini harus dididik dengan pendidikan demokrasi berbasis Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945. Pendidikan demokrasi dalam keluarga harus dikuatkan lewat literasi politik tentang pengertian, macam, dan praktik demokrasi bersih,  hak dan kedaulatan rakyat  serta berperan serta dalam Pemilihan Umum.   Pendidikan Demokrasi: Dari Keluarga Semua Bermula Bukan hanya di ranah pemerintahan, demokrasi juga patut diterapkan di lingkungan masyarakat paling inti yaitu keluarga. Istilah demokrasi yang berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan) itu, bisa diaplikasikan dalam pola asuh, komunikasi, hingga pengambilan keputusan dalam keluarga. Setiap anggota keluarga terutama anak dapat bereksperimentasi dalam ruang keluarga yang lebih demokratis. Interaksi dalam keluarga adalah dari, oleh dan untuk anggota keluarga, orang tua menjadi pendamping yang setia mengasuh, mengasihi, mengawasi dan mengarahkan. Sebagian besar manusia hidup di dalam lingkungan keluarga sehingga keluarga memiliki peranan yang sangat penting di dalam pelaksanaan demokrasi. Keluarga-keluarga yang demokratis akan membentuk masyarakat yang demokratis dan jika berkembang akan membentuk kehidupan bernegara yang demokratis. Mengingat betapa pentingnya kehidupan di dalam keluarga maka perlu dikembangkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi di dalam kehidupan keluarga. Konteks demokrasi dalam pendidikan Demokrasi di keluarga memberikan kesempatan seluasnya kepada seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan potensi (fitrah). Batasan antara hak dan kewajiban orang tua dan anak, pendidikan anak, perbedaan gender laki-laki perempuan, tugas dan tanggungjawab suami istri. Mulai saat terbentuknya sebuah keluarga melalui ikatan pernikahan sampai pada interaksi selanjutnya dalam keseharian rumah tangga. Persamaan hak dan kebebasan yang terarah untuk mencapai sebuah tujuan keluarga turut menciptakan masyarakat demokratis.. Beberapa sikap yang perlu ditumbuhkan dalam keluarga, yakni : sikap  menghargai pendapat semua anggota keluarga. Beberapa orang tua masih sulit untuk mendengarkan penjelasan dari seorang anak karena menganggap bahwa orang tua selalu benar. Keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, harus dimulai dari keluarga. Lewat kegiatan sederhana, orang tua harus mengajarkan anak-anak untuk hidup demokratis. Melalui kegiatan di rumah seperti ketika membeli kebutuhan rumah tangga, menentukan keputusan, harus diajarkan pada anak sehingga muncul sikap demokratis dalam ucapan dan tindakan. Selain itu, orang tua tidak memaksakan kehendak kepada sesama anggota keluarga, ayah dan ibu perlu menghindari sikap otoriter. Bila seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, kemungkinan dia tidak cukup berani bertanya dan berpendapat. Ibu dan ayah harus mau mendengarkan pendapat anak, dan sekaligus menyadari bahwa tidaklah selalu pendapat orang dewasa yang harus menang. Dari hal-hal yang kecil, orang tua bisa mengajarkan demokrasi pada anak. Pelajaran demokrasi bukan hanya bermanfaat untuk anak, tapi orang tua menjadi kunci keberhasilan dari pelajaran demokrasi itu sendiri. Sistem paling populer yang dianut bangsa Indonesia  juga perlu diadopsi ke dalam keluarga dan harus dipupuk sejak anak usia dini. Dalam kehidupan keluarga modern dan demokratis, dituntut adanya pola komunikasi baru sebagai sarana interaksi antara orang tua dan anak. Setiap keluarga dapat memanfaatkan situasi yang unik, baik di meja makan, ketika menonton televisi, atau suasana lain yang bisa dikembangkan, agar terjadi komunikasi dua arah yang menyenangkan antara anggota keluarga. Iklim dialogis dan keterbukaan di lingkungan keluarga bisa menumbuhkan anak-anak untuk berkomunikasi. Mereka terlatih untuk bisa menerima dan mendengarkan orang lain. Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam pendidikan demokrasi. Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh anak-anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku sosial serta nilai-nilai demokratis dalam diri anak. Jika anak-anak ditumbuhkan dalam suasana cinta dan kasih sayang, akan membentuk karakter cinta, kasih dan sayang dalam jiwa dan kehidupan mereka. Sebaliknya anak-anak yang tumbuh dalam suasana kekerasan, akan mudah mentransformasikan kekerasan itu dalam perilaku sosial dan politik mereka. Simbol-simbol yang ada dalam keluarga juga merupakan bagian dari pendidikan demokrasi. Simbol-simbol demokrasi bukanlah simbol-simbol yang berkaitan dengan kekuasaan dan negara saja, melainkan semua simbol budaya memiliki muatan nilai nilai demokrasi. Bahkan sesungguhnya simbol-simbol itu sifatnya tidak langsung, tetapi terkadang lebih besar dan lebih dalam pengaruhnya dalam membentuk kesadaran anak-anak daripada simbol-simbol yang langsung. Dalam hal ini institusi sosial khususnya keluarga, lebih efektif dibandingkan dengan institusi-institusi politik pada umumnya dalam hal internalisasi nilai-nilai demokrasi. Pola asuh orang tua juga dituntut untuk dapat melihat situasi dan kondisi serta perkembangan anak. Seperti orang tua memberikan tugas kepada anak tentang tanggungjawab di rumah, kebebasan dalam pergaulan, keadilan dalam sebuah keputusan urusan keluarga dan memberikan seluas-luasnya anak untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga disebut sebagai orang tua yang demokratis dalam membimbing dan mengasuh anaknya. Namun demikian, pemberian pola asuh ini, harus diimbangi dengan pengawasan dan penguatan terhadap nilai, ilmu, agama, akhlak (moral) dan karakter yang seimbang. Semua itu intinya ada pada keluarga sebagai “madrasah pertama”. Demokratis dan tidaknya anak-anak sangat ditentukan pola pendidikan, pembelajaran, dan percontohan nyata dalam keluarga tentang demokrasi. Sudah saatnya semua anggota keluarga memahami pendidikan dan demokrasi bukanlah hal yang kontradiksi, namun justru bisa sejalan dan diterapkan di dalam keluarga. Jika pendidikan demokrasi tidak diterapkan dan dikuatkan dalam keluarga sejak dini, lalu kapan lagi? Salam Demokrasi... Kabar Banten 04 Februari 2022


Selengkapnya
542

PENGELOLAAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM YANG TERPADU DAN TERINTEGRASI

PENGELOLAAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM YANG TERPADU DAN TERINTEGRASI   Oleh : Sagara S.H.,M.H Kasubag Hukum KPU Kabupaten Serang   Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang selanjutnya disingkat dengan nama JDIHN merupakan wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah dan cepat. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional menjadi dasar hukum untuk pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang terdiri dari beberapa kegiatan seperti pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan informasi dokumen hukum dimana sebelumnya pengelolaan JDIHN ini diatur berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi hukum Nasional yang telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Presiden sebagaimana tersebut diatas. Pemikiran pentingnya keberadaan JDIH untuk pertama kali dikemukakan dalam Seminar Hukum Nasional ke III di Surabaya pada tahun 1974. Pada acara seminar tersebut berkembang pendapat bahwa keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum yang baik merupakan syarat mutlak untuk membina hukum di Indonesia. Namun pada waktu itu baik dokumentasi maupun perpustakaan hukum di Indonesia masih dalam keadaan lemah dan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu pada acara seminar tersebut merekomendasikan; “Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) Hukum, agar dapat secepatnya berfungsi” Merespon hasil rekomendasi seminar tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional berupaya memprakarsai lokakarya-lokakarya di Jakarta tahun 1975, di Malang tahun 1977 dan di Pontianak tahun 1977. Agenda pokok dalam setiap lokakarya tersebut membahas kearah terwujudnya Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum serta menentukan program-program kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya dan terlaksananya pemikiran yang dicetuskan dalam seminar tahun 1974. Pemerintahan Jokowi pada tahun 2016 mengeluarkan paket kebijakan reformasi hukum. Program kebijakan reformasi hukum ini masuk dalam agenda strategis pemerintah, paket kebijakan reformasi hukum pada tahun 2016 ini dikenal dengan paket kebijakan reformasi hukum jilid I.Pada tahun 2017, Pemerintahan Jokowi mengeluarkan paket kebijakan reformasi hukum jilid II dengan salah satu kebijakannya terkait penataan regulasi. Masalah penataan regulasi ini menjadi perhatian khusus pemerintah agar dapat menghasilkan produk hukum yang berkualitas. Pada agenda penataan regulasi yaitu dengan melakukan penguatan pembentukan Peraturan Perundang- undangan, evaluasi seluruh Peraturan Perundang-undangan dan pembuatan database Peraturan Perundang-undangan yang terintegrasi. Untuk dapat melaksanakan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan cepat serta tersebar di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya, maka perlu membangun kerja sama dalam suatu jaringan dokumentasi dan informasi hukum nasional yang terpadu dan terintegrasi (JDIHN).  Organisasi Jaringan Dokumentasi dan Informasi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Pasal 4 ayat (1) terdiri atas Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia merupakan Pusat JDIHN sedangkan anggota JDIHN terdiri atas : Biro hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan Dokumen Hukum pada : Kementerian Negara; Sekretariat Lembaga Negara; Lembaga Pemerintah Non Kemeterian; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota; Perpustakaan hukum pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta Lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan oleh Menteri. Pengelolaan dokumen dan informasi hukum tentu saja membutuhkan sebuah standar yang diatur sebagai pedoman bagi organisasi JDIH, bahwa Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM mempunyai tugas dan fungsi menyusun dan/atau menyempurnakan pedoman/standar pengelolaan teknis dokumentasi dan informasi hukum yang kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2019 tentang Standar Pengelolaan Dokumen dan Informasi Hukum, hal ini dimaksudkan sebagai pedoman yang wajib digunakan dalam pengelolaan dokumen dan informasi hukum oleh seluruh anggota Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional agar dapat terwujudnya Pengelolaan dokumen dan informasi hukum yang tertata dengan baik, lengkap, akurat dan memudahkan. Standar pengelolaan dokumen dan informasi hukum meliputi standar pembuatan abstrak peraturan Perundang-undangan, standar pengelolaan dokumen dan informasi hukum, serta standar laporan evaluasi pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian berdasarkan Perpres Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional telah membentuk JDIH melalui Keputusan KPU RI Nomor 134/Kpts/KPU/Tahun 2016 yang dikeluarkan pada tanggal 28 Oktober 2016. JDIH Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang adalah salah satu anggota dari organisasi JDIH di lingkungan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dan telah terintegrasi dengan JDIH KPU RI yang dapat diakses oleh publik melalui alamat web https://jdih.kpu.go.id/banten/serang/ JDIH KPU Kabupaten Serang memuat beberapa informasi produk hukum yang mencakup Peraturan KPU, Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi Banten, Keputusan KPU Kabupaten Serang dan Putusan Pengadilan yang menempatkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang sebagai pihak yang berperkara. Salah satu contoh Keputusan Ketua KPU Kabupaten Serang yaitu tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Dan Hasil Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Serang Tahun 2020 dapat saudara pembaca akses pada laman JDIH KPU Kabupaten Serang. Dengan tersedianya laman JDIH KPU Kabupaten Serang ini diharapkan dapat banyak memberikan manfaat yang luas, antara lain sebagai salah satu upaya meningkatkan penyebarluasan informasi, memudahkan pencarian dokumen hukum, dan penelusuran peraturan perundang-undangan yang tertata dengan baik, lengkap, akurat dan memudahkan. (Telah terbit di Banten Pos, 1 November 2021)    


Selengkapnya
6875

PILKADES DEMOKRATIS UNTUK PEMILU 2024 YANG BERINTEGRITAS

PILKADES  DEMOKRATIS UNTUK PEMILU 2024 YANG BERINTEGRITAS Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Kelahiran UU No 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menjadi oase yang menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan bagi re-demokratisasi desa. Regulasi baru ini menyediakan rute perubahan revolusioner bagi desa di dalam sistem NKRI. Terbitnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dirasa sebagai salah satu jawaban. Selain memberi pesan eksplisit berupa pengakuan (recognition) negara pada desa, regulasi ini juga memperjelas kedudukan dan kewenangan desa dalam politik pembangunan. Tumbuhnya inisiatif warga desa dalam arena demokrasi desa ini merupakan pertanda baik bagi berseminya gerakan sosial para aras desa yang akan menjadi “pupuk” dan “nutrisi” bagi bertumbuhkembangnya demokrasi yang subtantif. Perubahan struktur masyarakat, dinamika politik lokal serta keragaman pola kelola kekuasaan mengisyaratkan potret baru desa, yang kini mulai berubah. Romansa kehidupannya yang dulu identik keterbelakangan, miskin dan tertinggal, secara bertahap makin memancarkan pesona baru yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai inisiatif desa sebagai penanda kebangkitan lokalitas. Desa telah mengenal demokrasi sebelum negara kita terbentuk. Demokrasi desa memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai masyarakat komunal, warga desa kental dengan sikap toleran, tolong menolong, gotong royong dan saling menghargai. Kondisi ini pun membentuk kehidupan demokrasi desa yang juga toleran, saling menghormati, saling menolong, berpartisipasi secara sukarela, dan mengedepankan kemanusiaan.   Wajah demokrasi desa akan tergambar dalam segenap aspek kehidupan masyarakat desa, baik sosial-politik, sosial-ekonomi maupun sosial-budaya. Dalam tataran praktis, demokrasi desa terlihat dalam empat bentuk, yakni: memilih pemimpin (kepala desa), pemerintahan desa, musyawarah desa dan partisipasi warga.  Kepala desa adalah pemimpin di desa. Jarak politik antara kepala desa dengan warganya sangat dekat. Lebih dekat bila dibandingkan dengan bupati, gubernur, apalagi presiden. Pemerintah desa adalah pemberi layanan publik yang paling awal dan memiliki jarak psikologis paling dekat dengan warga. Karena itu, pemerintahan desa dapat dimaknai sebagai bentuk kehadiran negara yang paling dekat dengan rakyat. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar secara serentak pada 2020 dan 2021 menjadi sejarah baru bagi bangsa Indonesia, karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, Pilkades digelar di 1.296 desa yang berasal dari 24 kabupaten/kota, dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 4.221.476 orang. Sedangkan pada 2021, per 25 Mei ada sebanyak 2.394 desa dari 36 kabupaten/kota yang menggelar Pilkades, dengan jumlah pemilih sebanyak 4.183.425 orang. Selanjutnya, per bulan November 2021 ada 187 kabupaten/kota yang telah melaksanakan Pilkades serentak.  (https://www.antaranews.com/berita/8 Juni 2021). Pilkades Serentak 2021 telah digelar di empat kabupaten di Provinsi Banten, yang melibatkan 2.418.394 pemilih yang menentukan pilihannya di 5.379 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 691 desa. Keempat kabupaten di Provinsi Banten yang menggelar Pilkades Serentak 2021 tersebut, adalah Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. (https://kabarbanten.pikiran-rakyat.com/seputar-banten/21 November 2021).   Pilkades untuk Penguatan Demokrasi Pilkades Serentak Tahun 2021 telah usai, begitu pula Pilkada serentak tahun 2020. Meski telah usai, keduanya tetap menyisa soal bagaimana menguatkan demokrasi Indonesia. Salah satunya, bagaimana negara melihat demokrasi desa sebagai satu episentrum, sumber penguatan kualitas pemilu juga pilkada serentak tahun 2024 pada masa akan datang. Membangun kualitas pilkades sebelum tahun 2024 sama dengan mendesain kualitas pemilu dan Pilkada serentak 2024. Kesiapan keserentakan pilkades di setiap daerah bukan hanya dilihat dari bagaimana pelaksanaan itu dapat terselenggara tepat waktu, tetapi pada tahapan proses terselenggaranya pilkades harus dibangun lewat proses-proses bermartabat dalam demokrasi. Selama ini, desa tidak pernah sepi sebagai tempat perhelatan pesta demokrasi. Misalnya, tahun 2019 ada pemilu serentak nasional. Tahun 2020 ada 270 daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan 1.464 desa yang menggelar pemilihan kepala desa (pilkades). Tahun 2021 terdapat 5.996 desa yang menyelenggarakan pilkades.  Dari gambaran di atas, desa menjadi arena demokrasi dan ajang politik praktis. Agenda politik nasional dan daerah bahkan desa, semuanya bermuara pada arena politik desa. Sejauhmana partisipasi politik dan apakah rawan konflik atau tidak, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat melek politik. Pendidikan politik di desa akan mewarnai kehidupan demokrasi desa, baik untuk agenda politik nasional, daerah maupun desa itu sendiri.  Agenda politik seperti pemilu, pilkada dan pilkades tidak saja membentuk kekuasaan, tetapi juga membentuk karakter kehidupan berdemokrasi, baik tingkat nasional, daerah dan desa. Warna demokrasi desa akan menjadi warna demokrasi Indonesia. Potret demokrasi desa akan menjadi gambaran perilaku politik masyarakat Indonesia dan selanjutnya mewarnai akan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Karena itu, upaya memperkuat demokrasi desa merupakan bentuk perlawanan terhadap kemunduran demokrasi di negara kita, yang selama ini sudah tercemari dengan politisasi SARA dan politik uang.  Penguatan demokrasi desa menjadi pintu masuk untuk membangun demokrasi kita yang bermartabat, toleran dan manusiawi. Sirkulasi elit politik lokal di tingkat desa yang berjalan secara demokratis dalam tahapan Pilkades Serentak 2021 akan menentukan pola kepemimpinan dan kemajuan desa setempat di masa yang akan datang. Semua adalah cerita tentang bagaimana pemilih menghormati kedaulatannya sebagai pemilih.  Pilkades seharusnya dijadikan sebagai jalan menata perubahan termasuk menata perubahan kualitas demokrasi elektoral di Indonesia. Kualitas teknis penyelenggraan meningkat dan kualitas substansi demokrasi semakin meningkat. Dan Bangsa Indonesia sangat berkepentingan dengan demokrasi yang substansial termasuk di tingkat desa. Pilkades bukanlah semata cerita tentang teknis memilih pemimpin. Pilkades adalah cerita tentang asa hari ini, esok, dan masa depan desa yang berkemajuan. Pilkades adalah momentum politik terpenting di tingkat lokal. Kesadaran politik tentang kedaulatan rakyat dalam menentukan calon kepala desa sangat penting dimiliki.  Arah kepentingannya adalah seputar rasionalitas menentukan pemimpin yang dipandang punya pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai pemimpin. Pemimpin yang visioner, pemimpin yang memahami potensi desa setempat, pemimpin yang memahami kondisi sosial budaya warga. Pemimpin yang punya kapasitas mengoptimalkan seluruh potensi untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh warga desa. Desa maju, tentu saja kecamatan maju, kabupaten maju, provinsi maju dan Indonesia maju. Jadi efeknya banyak, jika warga benar-benar rasional dalam menentukan pilihan demi legasi masa depan generasi di setiap desa.    Pilkades Demokratis dan Pemilu Serentak 2024 yang Berintegritas Barometer kualitas demokrasi di Pilkades serentak akan ditentukan bagaimana pola interaksi antara panitia, pemilih, dan kandidat. Para stakeholder Pilkades selayaknya memiliki komitmen moril yang sama untuk menghadirkan Pilkades yang demokratis dan berkualitas. Soal integritas itu dimulai dari niat yang kuat untuk bersama menata jalan perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Tanpa niat dan komitmen yang kuat, maka Pilkades hanya akan menjadi perstiwa politik yang rutin digelar tetapi kering semangat memperbaiki kualitas demokrasi, kualitas kehidupan warga secara umum. Pada gelaran Pilkades serentak kita berharap banyak agar lahir pemilih yang cerdas, yang rasional, yang pro terhadap perubahan demi kemajuan desa. Adapun pentingnya mewujudkan integritas pemilu didasari pada pandangan bahwa pemilu diselenggarakan untuk menjunjung tinggi sekaligus menegakkan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi. Apabila pemilu tidak dilaksanakan dengan basis integritas, maka berpotensi melahirkan penyelenggara pemilu yang tidak bertanggungjawab yang berimplikasi pada minimnya partisipasi politik dan hilangnya kepercayaan publik pada proses demokrasi (Nasef: 2012). Integritas pemilu terlihat jika pemilu dapat terlaksana berdasarkan atas prinsip pemilu yang demokratis dan pemenuhan hak pilih universal dan kesetaraan politik seperti yang tercermin pada standar internasional. Penyelenggara Pemilu yang profesional, tidak memihak dan senantiasa transparan dalam pelaksanaannya, menjadi sebuah tantangan utama menuju pemilu berintegritas yang pengelolaannya dilakukan melalui suatu siklus pemilu. (Global CommissiononElection,2012:6). Menurut Ramlan Surbakti, integritas dari sebuah Pemilu adalah jika pelaksanaannya berdasarkan kepastian hukum yang dirumuskan sesuai asas Pemilu demokratis. Pemilu Berintegritas adalah Pemilu yang jauh dari praktik manipulasi pemilu (electoral fraud), seperti manipulasi perhitungan suara, pendaftaran pemilih secara ilegal, intimidasi terhadap pemilih yang bertentangan dengan semangat undang-undang pemilu atau merupakan pelecehan terhadap prinsip-prinsip demokrasi (Pasaribu dkk, 2018). Elklit dan Svenson mengajukan definisi integritas pemilu dengan menggunakan konsep pemilu yang bebas, adil berdasarkan teori demokrasi dan menerapkannya pada setiap tahapan pemilu sebelum, pada saat dan sesudah hari pemungutan suara (Pasaribu dkk, 2018). Saat ini, kita telah memiliki instrumen kelembagaan dan aturan yang memang sudah dirancang sedemikian rupa untuk mewujudkan apa yang disebut dengan integritas pemilu itu. Pertama, soal kelembagaan (institution). Kita telah memiliki 3 (tiga) lembaga kepemiluan yang saling berhubungan kaitannya dengan penegakan integritas pemilu. Disamping Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai tugas menyelenggarakan pemilu, terdapat lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu dalam salah tugasnya ialah menegakkan integritas pemilu. Sedangkan DKPP dibentuk dalam rangka untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Hadirnya Bawaslu dan DKPP tersebut sekaligus menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan integritas pemilu. Pada pasal 2 UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip prinsip seperti : mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efesien. Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara pemilu sudah sangat jelas dan ideal sehingga jika ingin hasil pemilu berintegritas maka seluruh penyelenggara pemilu baik dari pusat maupun tingkat terbawah wajib memegang dan melaksanakan prinsip prinsip  tersebut sebagai sebuah ikatan dan kontrak moral untuk bangsa dan negaranya karena melalui merekalah (penyelenggara pemilu) akan dihasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang berkualitas dan berintegritas yang akan membawa perubahan lebih baik untuk negara dan bangsa. Kedua, terkait aturan (rules). Sudah begitu banyak dan ketat aturan soal bagaimana integritas pemilu itu harus diwujudkan. Dari mulai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hingga Peraturan teknis lainnya (seperti Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu) mengatur detail terkait apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan baik bagi komisioner penyelenggara maupun kepada peserta pemilu. Berbagai aturan yang sudah ada tersebut menggenapi langkah Indonesia untuk menghadirkan pemilu yang berintegritas. Meski kelembagaan dan aturan sudah cukup memadai dalam mewujudkan integritas pemilu, namun perjalanan demokrasi kita tidaklah berjalan di ruang hampa. Maraknya politik uang, tidak netralnya birokrasi dan penyelenggara pemilu, mahar politik, penyebaran hoax dalam kampanye, masih menjadi tantangan yang serius. Oleh karena itu, marilah kita jadikan pesta rakyat pada momentm Pilkades yang lalu sebagai upaya serius untuk perbaikan kualitas demokrasi bangsa karena bagaimanapun efek bola salju pasti akan terjadi, jika Pilkades berjalan secara demokratis, tentu akan mewujudkan pemilu serentak 2024 sebagai pemilu yang berintegritas dan tentunya akan mempengaruhi indeks demokrasi Indonesia di tingkat global. Selamat bagi Kepalas Desa terpilih….Selamat menyongsong Pemilu dan Pilkada Serentak 2024….Salam Demokrasi…Salam Integritas… (Banten Pos, 23/11/2021)


Selengkapnya
1464

NEW MEDIA, DEMOKRASI DAN PEMILU SERENTAK 2024

NEW MEDIA, DEMOKRASI DAN PEMILU SERENTAK 2024 Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Seiring pesat perkembangan teknologi komunikasi, media baik media massa maupun media sosial mengalami kemajuan yang pesat. Saat ini media merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia. Hampir di setiap sendi kehidupan baik individu maupun secara berkelompok, masyarakat sangat membutuhkan media informasi. Perkembangan media tersebut lebih banyak dipicu oleh banyaknya kebutuhan akan informasi yang cepat akurat dan dapat di percaya. Dalam perkembangan budaya dan teknologi tidak terlepas dari media yang ada. Bahkan media baik media massa maupun media sosial sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan budaya manusia saat ini. Setiap orang sangat membutuhkan media. Informasi yang ada di media menjadi kebutuhan pokok bagi individu, masyarakat, organisasi bahkan budaya suatu daerah. Pemilu adalah ujian independensi dan kredibilitas media maupun jurnalis dalam menerapkan jurnalisme politiknya. Media seharusnya mampu menjadi kekuatan kontrol atas proses politik yang berlangsung dan tidak terjebak menjadi corong kepentingan kekuatan elit politik serta mengabaikan fungsi media pendidikan pemilih. Sehingga Jurnalisme politik seharusnya dalam pemilu dapat menghindari jurnalisme propaganda dan atau jurnalisme borjuis serta  Jurnalisme yang menghamba kepada kepentingan politisi dan pemodal kapitalis yang memanfaatkan pemilu untuk aktifitas tawar-menawar politik demi menjaga keberlangsungan bisnis atau karir politiknya. Sebagai the fourth state, pers memiliki dan menjalankan kekuasaan publik tanpa mengubah statusnya sebagai pranata sosial (social institution), yang menjalankan fungsi untuk kepentingan publik (orang banyak) seperti menyampaikan dan menyebarkan informasi, membangun saling pengertian dan harmonisasi publik (Manan, 2013: v-vi). Media massa pada dasarnya berfungsi untuk sebuah agen stabilitas serta agen pembaharu dalam semua aspek, karena tujuan media sendiri adalah menjadi media penyeimbang serta memberikan pengaruh terhadap publik atas informasi yang disebarkan. Oleh sebab itu, sebuah media massa pasti mempunyai sebuah ideologi yang mendasarinya, agar sistem yang diterapakan sebuah media tercapai sesuai dengan tujuan serta arah yang dibuat sebelumnya. Ideologi media sendiri terbentuk karena bertujuan untuk menjadi cermin dan refleksi sebuah realitas media terhadap publik.   Posisi Media, Politik, dan Pemilu Secara konseptual makro, perbincangan atas konteks media dalam ranah politik terlebih dalam penyelenggaraan pemilu tidak terlepas dari dua hal yakni posisi media terhadap ranah politik yang masih labil terkait dengan sumber informasi dan pendanaan serta posisi media yang terjebak kepada konflik kepentingan antara mempertahankan etika jurnalistik dengan kepentingan bisnis. Labilnya media dalam mengawal ranah politik sebagai pengawas kekuasaan kini sudah merambah sebagai agen kekuasaan (agent of power) bagi kandidasi maupun partai politik tertentu. Impotensi media dalam pemilu dapat terindikasi dari empat faktor yakni menguatnya persaingan politik pencitraan (politics of image) di tingkatan elite maupun partai politik, menurunnya fungsi partai politik dalam sosialisasi politik sehingga memunculkan media sebagai aktor tunggal, menguatnya kecenderungan penonjolan figur dalam pentas politik dan pemilu daripada institusi partai politik, dan adanya pemanfaatan multimedia sebagai agen propaganda aktif dalam menyampaikan pesan politis kepada masyarakat. Membincangkan relasi antara media dengan ranah politik adalah relasi yang dilematis. Hal ini dikarenakan sikap pemberitaan media yang tidak sepenuhnya netral dari intervensi politik maupun patronase kapital. Tentunya ini sesuatu yang paradoksal mengingat media merupakan pilar keempat dalam demokrasi setelah lembaga trias politika. Media seharusnya berperan sebagai anjing pengawas (watchdog) dalam kekuasaan sehingga terciptalah check and balances dalam negara dan masyarakat. Pengawasan media tersebut terkait dengan fungsi sentralnya sebagai korelasi sosial (social correlations) memandu publik dalam menerjemahkan berbagai realitas hiruk-pikuk kehidupan berbangsa dan bernegara ke dalam konsumsi informasi baik cetak dan elektronik. Maka, media di sini berkuasa atas pengetahuan publik melalui framing teks dan gambar sehingga menjadi rujukan utama publik dalam membentuk opini mereka terhadap jalannya pemerintahan. Informasi menjadi kata kunci yang menautkan relasi media dengan politik melalui pembentukan opini publik atas pemberitaan tersebut. Konstelasi media dengan politik praktis bisa dikatakan saling terdependensi satu sama lainnya. Politik memerlukan publikasi untuk mendiseminasikan ideologinya kepada publik secara meluas dan media memerlukan figur politisi untuk mendongkrak citra komersialisasi media di ranah publik. Secara konseptual, kebebasan media memang diposisikan sebagai fourth estate dimana media adalah pilar demokrasi setelah lembaga trias politika yang berperan mengawasi dan jalannya pemerintahan. Namun secara realita, batas antara politik dan media sangatlah tipis bahkan imajiner karena kedua ranah ini berperan besar dalam melakukan politisasi satu sama lain. Dalam memberitakan sebuah informasi politik, terdapat tiga kecenderungan ideologis yang dimiliki media yakni 1) sikap konservatif atau pro status quo, sikap ini terlihat pada peliputan atau pemberitaan tentang liputan yang mengedepankan kisah kesuksesan rezim petahana atau kisah mantan pejabat selama menduduki tampuk kekuasaan yang ingin maju dalam pemilu, tetapi tidak diimbangi dengan kritikan atas segala kekurangannya. 2) sikap progresif, pemberitaan media diarahkan kepada perubahan rezim atau melakukan reformasi dan restorasi terhadap rezim sekarang dengan menampilkan sosok transformatif yang dinilai bisa memimpin rezim perubahan tersebut. 3) sikap skeptis dan apatis, sikap ini menunjukkan pemilu dan politik adalah entitas yang jauh dari nuansa populis, tetapi hanya diisi kepentingan elitis semata sehingga pemberitaan politik dan pemilu sendiri lebih banyak wacana korupsi, konflik pemilu, maupun praktik penyalahgunaan wewenang semata. (Sularto, 2011:310) Ketiga model tersebut sebenarnya mencerminkan relasi media dalam sistem demokrasi yang sifatnya masih transisional. Dalam nuansa demokrasi transisi tersebut, media memang akan menampilkan dirinya sebagai agregator terhadap euforia demokrasi yang berkembang dalam masyarakat maupun sebagai resistor karena ingin mengangkat romantisme rezim terdahulu. Posisi media dalam model pembangunan demokrasi memang menjadi penting karena media menjadi tolok ukur kesuksesan transisi dari otoritarian menuju demokrasi. Media yang bebas dan kritis akan dinilai sebagai bagian kesuksesan demokrasi, sedangkan media apatis justru dianggap sebagai bayangan rezim ototritarian.   New Media, Demokrasi dan Pemilu Serentak 2024 Media merupakan bagian penting dalam berpolitik maupun berpemerintahan. Dalam negara-negara yang sudah mapan demokrasinya, media merupakan aktor penting dan dijamin keberadaannya. Karena itu, ungkapan dari presiden Amerika Serikat selalu dijadikan patokan ketika membicarakan peran media dan demokrasi. Thomas Jefferson pernah berucap: lebih menyukai media tanpa pemerintahan ketimbang suatu pemerintahan tanpa media (Ghali, 1997:21). Ungkapan ini memiliki daya pikat yang luar biasa bagi jurnalis, pemilik media, hingga politisi dalam kerangka menjaga keberadaan media dalam pemerintahan demokratis. Dalam sistem pemerintahan demokrasi, media massa menjadi pilar penting. Karena itu, dalam penyampaian berita berita maupun informasi kepada publik harus bersandar pada berita yang akurat, perimbang, dan tidak beitikad buruk. Dalam Kode Etika Jurnalistik disebutkan bahwa pemberitaan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Nampak jelas posisi jurnalistik dalam memberitakan, yakni independen dan otonom dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalitik. Saat ini masyarakat tengah memasuki revolusi media dengan kehadiran internet yang membawa perubahan besar dalam struktur ekonomi dan bisnis media. Kehadiran internet hampir mirip dengan kehadiran televisi di tahun 1950 an yang banyak membawa perubahan dalam bidang komunikasi. Perubahan besar sedang terjadi di dunia jurnalistik terutama dikarenakan proses digitalisasi. Perusahaan media-media konvensional berubah menjadi media digital atau juga sering disebut media siber atau menggunakan media siber sebagai salah satu cara untuk memperluas dan atau mempertahankan kehidupannya di era digital. Perubahan atau penambahan platform media siber ini membawa konsekuensi pada kinerja di dunia jurnalistik. Perubahan ini tidak otomatis membawa ke arah jurnalisme yang lebih baik (Chan, 2014:107). Pengguna media sosial di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun seiring dengan meluasnya penetrasi internet dan meninggkatnya jumlah pengguna telepon cerdas (smartphones). Menurut penelitian yang dilakukan lembaga We Are Social dan Hootsuite, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. Dengan demikian, angka penetrasinya sekitar 61,8 persen. Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta Angka pengguna aktif media sosial di Indonesia tersebut tumbuh sebesar 10 juta atau sekitar 6,3 persen dibandingkan bulan Januari 2020. Dalam periode yang sama, pengguna internet di Indonesia tumbuh 27 juta atau 15,5 persen menjadi 202,6 juta. Menurut lembaga We Are Social, lebih dari separuh orang Indonesia sudah dapat mengakses internet dan lebih dari separuh aktif bersosial media. Pelanggan telepon seluler di Indonesia sebesar 400 juta lebih, artinya, warga Indonesia menggunakan dua nomor telepon seluler. Sekitar 120 juta orang Indonesia bersosial media menggunakan telepon seluler. (tekno.kompas.com/read/2021/02/24) Di Indonesia, media baru (new media) tumbuh bak cendawan di musim hujan. Dewan Pers mencatat saat ini sekitar 4500 media baru yang berbasis internet di Indonesia, meskipun yang terdaftar baru sekitar 250 media. Tahun lalu, Dewan Pers mendapatkan ratusan pengaduan yang berkaitan dengan media daring. Sebagian besar permasalahan yang diadukan masyarakat yakni ketiadaan verifikasi dalam berita-berita yang dimuat dalam media daring. Pada umumnya media baru (new media) dianggap membawa angin segar dalam dalam demokrasi ketika media-media konvensional sudah dimiliki segelintir pengusaha pencari laba. Media-media lama (old media) yang pada awalnya membantu proses politik yang demokratis dimana kritk publik dan suara politisi mendapat tempat, mulai bergeser ketika komersialisai pasar, dominasi sedikit suara mengabaikan peran komunikasi yang demokratis (McQuail, 2010: 165). Kehadiran media baru berbasis internet memberikan tempat bagi suara-suara publik kritis yang tidak mudah dikontrol. Media baru memberi ruang bagi warga mengutarakan perbedaan pendapat. Karakter media baru yang interaktif dan user generated content memberikan ruang-ruang politik baru yang beragam dengan wawasan yang berbeda. Di tengah arus globalisasi dan arus informasi, media memang menjadi kekuatan besar dalam pemilu maupun pilkada. Kekuatan media dalam pemilu dan pilkada bisa dilihat dari cara membuat pencitraan calon, memberikan ruang bagi calon untuk beriklan dan berkampanye. Secara normatif, memang dibolehkan sepanjang media massa bersikap adil kepada semua kontestan. Hal ini menjadi penting karena media massa terkadang tidak adil dalam memberikan ruang politik yang sama dalam pemberitaan maupun hak siaran. Media, pemilu, pilkada serentak, dan demokrasi merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Media massa, baik cetak maupun elektronik sangat berperan dalam perhelatan pemilihan umum, pemilihan legislatif, pemilihan presiden, termasuk pemilihan kepala daerah. Media tidak hanya menjadi instrumen dalam pemilu dan pilkada serentak, tetapi juga berfungsi sebagai aktor penting dalam demokrasi. Selama pelaksanaan pemilu dan pilkada langsung yang telah dilaksanakan sejak awal reformasi, hingga sekarang, media mengambil peran penting dalam pesta demokrasi di tanah air. Kontribusi media dalam pemilu dan pilkada serentak merupakan bentuk dari kebebasan pers. Kebebasan media untuk tampil lebih berani dalam mengartikulasikan persoalan ekonomi politik serta mengkritik peran pemerintahan merupakan terobosan dalam format politik Indonesia. Selain itu, media juga lebih otonom dan independen dalam melakukan peliputan sehingga akan menjadi preferensi pemilih, Penggunaan media online dan medsos dalam kampanye politik merupakan kemajuan dalam kajian komunikasi politik. Kemajuan teknologi sangat bermanfaat dalam memodernkan pelaksanaan Pemilu dan pilkada serentak di Indonesia. Kampanye politik dan jadwal pencoblosan pun bisa menyebar kepada pemilih secara cepat dalam hitungan detik. Jaringan informasi memberikan dampak dan pengaruh yang luas serta mendalam. Tidak ada peristiwa politik dan persoalan yang tidal luput dari pemberitaan. Semua menjadi global, begitu salin disiarkan lewat media elektronik (Sularto, 2011:202). Peran media akan semakin penting dalam pelaksanaan pemilu serentak 2024. Dikatakan demikian, karena penggunaan media massa, baik cetak maupun elektonik dalam perhelatan pemilu dan pilkada serentak yang semakin meningkat. Sejalan dengan itu, dalam penggunaan media oleh politisi, partai politik, pemilihan umum, dan pilkada semakin massif seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, media online dan teknologi menjadi trend baru dalam pemilu dan pilkada, saat ini semua calon dalam perhelatan pemilihan umum, pemilihan legislatif, pemilihan presiden, termasuk pemilihan kepala daerah selalu menggunakan online dan media sosial sebagai alat kampanye politik. Iklan dan pesan politik secara reguler menghiasi badan online dan media sosial. Oleh karena itulah kita mengharap semoga media secara benar dan nyata mampu menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi keempat dengan nyata dan benar karena media adalah aktor penting dalam mendorong demokrasi dan Jadikanlah media massa sebagai duta-duta kepercayaan dalam membangun tradisi demokrasi dalam kontestasi politik agar informasi politik yang didapat publik menjadi faktual, akurat dan seimbang. Salam demokrasi...Salam Literasi*** (Kabar Banten, 17 November 2021)


Selengkapnya
488

SPIRIT KEPAHLAWANAN DAN PAHLAWAN DEMOKRASI

SPIRIT KEPAHLAWANAN DAN PAHLAWAN DEMOKRASI Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang   Negara merupakan suatu lembaga publik (public institute) yang hakikatnya untuk mengatur keberlangsungan hidup rakyat suatu bangsa dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia. Negara Indonesia dibangun karena adanya kebulatan tekad bersama rakyat dalam berjuang memperkuat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menjadi sebuah negara yang utuh. Kebulatan tekad rakyat Indonesia dalam usaha menjadikan sebuah negara yang kuat dan juga untuk dapat diakui sebagai Negara yang besar bukan merupakan perjuangan yang mudah. Usaha rakyat Indonesia terhadap pengakuan wilayahnya di kancah internasional diperjuangkan dengan tetesan darah dan air mata serta tenaga para pahlawan dalam mengusir penjajahan. Setelah bangsa ini merdeka dan berdiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, rakyat telah hidup dalam suasana satu bangsa dan satu negara. Identitas ke-Indonesia-an sudah mewujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tataran nilai, norma, maupun praktik sehari-hari. Bahkan, Indonesia, baik sebagai bangsa maupun negara telah memberikan kebebasan dan kesejahteraan. Karena itu sudah seharusnya menjadi tanggungjawab setiap warga negara untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan negara serta meningkatkan kemampuan negara dalam menjaga kebebasan dan meningkatkan kesejahteraan. Setiap tahun pada 10 November, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Secara historis, hari itu mengingatkan momentum pertempuran Surabaya, yang mencapai puncaknya pada 10 November 1945, 76 tahun yang lalu. Dalam pertempuran tersebut, tentara dan milisi Indonesia yang pro kemerdekaan berperang melawan tentara sekutu, Inggris dan Belanda. Sebagai hari nasional yang tidak diliburkan, Hari Pahlawan ditetapkan pada 16 Desember 1959, dengan Keppres No 316/1959 setelah 14 tahun pertempuran Surabaya terjadi. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tersirat nilai-nilai kepahlawanan yang dijabarkan dalam pasal 26 ayat 1-7 yaitu seorang pahlawan memiliki naluri dalam memimpin sebuah peperangan, tidak tunduk pada pihak penjajah, mengorbankan kehidupannya demi kesejahteraan rakyat, memiliki pandangan berupa gagasan demi pembangunan bangsa dan hasilnya adalah kesejahtaeraan rakyat, memiliki semangat patriotisme dan Nasionalisme, perjuangannya berdampak nasional. Wisnu Setiawan (2009:13). Memperingati Hari Pahlawan 2021, Pemerintah Indonesia menetapkan tema “Pahlawanku Inspirasiku.” Tema ini memiliki maksud, perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang telah rela mempertaruhkan nyawanya demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah sepantasnya dikenang sepanjang masa oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah mengharapkan agar apa yang dilakukan para pahlawan dapat menginspirasi maupun memotivasi anak bangsa untuk terus meneruskan perjuangan mereka sesuai dengan tantangan dan dinamika kehidupan bangsa dan negara. Setiap jaman memiliki perjuangan tersendiri. Perjuangan generasi saat ini dan mendatang berbeda dengan perjuangan yang dilakukan para pahlawan pada masa lalu.   Pahlawan dan Nilai-nilai Kepahlawanan Pahlawan adalah seorang yang berjiwa patriot, dimana seorang patriot bangsa dalam perjuangan banyak berjasa bagi Negara. Pengertian secara etimologi pahlawan berasal dari kata sansakerta yaitu “phala” yang berarti hasil atau buah. Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang. perbuatannya berpengaruh terhadap tingkah laku orang lain karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia (Siti Khomsah, 2015:12).  Dalam bahasa Inggris pahlawan disebut "hero" yang diberi arti satu sosok legendaris dalam mitologi yang dikaruniai kekuatan yang luar biasa, keberanian dan kemampuan, serta diakui sebagai keturunan dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan membela yang lemah. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2009, Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara. Atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia. Nilai kepahlawanan adalah suatu sikap dan perilaku perjuangan yang mempunyai mutu dan jasa pengabdian serta pengorbanan terhadap bangsa dan Negara. Nilai-nilai kepahlawanan seperti nilai rela berkorban, cinta tanah air, kerja keras, keteladanan, kejujuran, demokratis, mandiri, dan bertanggung jawab harus di integrasikan dalam pendidikan karakter.Setiap mata pelajaran di sekolah bisa menjadi sarana penanaman nilai-nilai kepahlawanan tersebut (Sudarmanto, 2006:68). Menurut Poerwadarminta (dalam Nur Kayati 2017:51), kepahlawanan adalah perihal sifat-sifat pahlawan; keberanian. Kepahlawanan adalah sebuah cara menjadi besar dengan cara yang benar. Dilihat dari makna dan substansinya istilah pahlawan memiliki spektrum dan cakupan yang sangat luas. Tak terbatas pahlawan yang telah gugur di medan peperangan di era kemerdekaan. Namun, sepanjang  rentang sejarah bangsa Indonesia, dalam setiap masanya bisa jadi terdapat pahlawan di dalamnya, baik yang tercatat ataupun tidak tercatat, termasuk di era sekarang. Di bidang apa pun, siapa pun yang dengan semangat patriotik, kecintaan, serta kerelaan berjuang mendedikasikan diri demi bangsa dan negara, bertaruh nyawa bahkan ia gugur dalam menjalankan tugas tersebut, maka ia layak disebut pahlawan. Misalnya, para tenaga medis yang gugur dalam berjuang di garda depan menanggulangi wabah covid-19, layak diapresiasi sebagai pahlawan. Termasuk para penyelenggara pemilu yang gugur ketika menjalankan tugas pada Pemilu 2019, bahkan juga tahun-tahun sebelumnya, mereka pun layak diapresiasi sebagai pahlawan. Hari Pahlawan tetap bisa menjadi alat dan momentum yang membuat bangsa bergerak lebih kuat dan cepat dengan adanya pemahaman kontekstualisasi. Meskipun sudah 76 tahun merdeka, tolok ukur kebijakan politik tetaplah keberhasilan negara dalam 'melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.   SPIRIT KEPAHLAWANAN DAN PAHLAWAN DEMOKRASI Semangat para pahlawan dalam mengusir penjajah merupakan nilai kepahlawanan yang diperjuangkan oleh para pahlawan. Nilai-nilai kepahlawanan yang diilhami dari sikap kepahlawanan terdahulu seperti: demokratis, keteladanan, rela berkorban, kejujuran, kerja keras, cinta tanah air, mandiri, dan bertanggung jawab. Sikap-sikap yang telah diabadikan sebagai nilai-nilai kesatria penuh pengorbanan tulus ikhlas para pahlawan terdahulu telah membawa Negara Republik Indonesia kearah kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia diperjuangkan atas pengorbanan dan usaha penuh para pahlawan bangsa telah membawa perubahan besar bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan perkembangannya hingga kini dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia. Untuk menjadi pahlawan saat ini tentu diperlukan adanya optimisme yang dibangun atas keyakinan bahwa bangsa ini dapat menjadi bangsa yang besar, adil, dan makmur, serta mampu menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi saat ini. Persoalan pengangguran, korupsi, reformasi birokrasi, penegakan hukum, konflik sosial, dan berbagai persoalan lain harus diyakini dapat diatasi dan diselesaikan sebagai bagian dari langkah untuk menjadi bangsa yang besar, adil, dan makmur. Tidak boleh ada kata menyerah, serumit apapun persoalan itu. Optimisme itu harus diwujudkan dalam bentuk kerja nyata sekecil apapun yang diyakini sebagai prasyarat tercapainya cita-cita luhur. Kerja nyata harus dilakukan di semua bidang sesuai dengan bidang tugas dan profesi setiap warga negara. Pada saat suatu pekerjaan atau profesi dijalankan secara totalitas dan dilakukan dengan pemahaman sebagai bagian dari upaya pencapaian cita-cita luhur, tentu tidak akan memperhitungkan berapa banyak keuntungan pribadi dan golongan yang diperoleh. Dengan sendirinya hal ini akan menjadi contoh sikap mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Dalam konteks demokrasi, jiwa kepahlawanan sangat diperlukan dari para pemimpin dan wakil rakyat yang telah terpilih melalui pemilu. Daya juang dan integritas yang ditunjukan oleh para pemimpin dalam melayani masyarakat akan memperkuat basis dukungan dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi yang berlaku di negeri ini. Tantangan demokrasi elektoral sekarang ini adalah melahirkan pahlawan di tengah gurita politik pragmatisme dan transaksional. Budaya transaksional politik uang untuk bisa memudahkan mencapai target kekuasaan. Transaksi ini melahirkan budaya politik korup dan akan berpihak pada kelompok oligarki yang banyak diuntungkan dalam proses suksesi politik. Sikap permisif masyarakat yang memberi ruang untuk memuluskan praktik politik uang bukan tanpa alasan. Faktor pendidikan, pengetahuan dan lemahnya ekonomi menjadi penyebabnya. Dalam situasi dan kondisi seperti itu maka mendesak untuk melakukan reaktualisasi nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan demokrasi dewasa ini. Demokrasi sejatinya untuk menyelesaikan perselisihan dengan damai dan terlembaga, menjamin terselenggaranya perubahan secara konstitusional, menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur, membatasi tindakan kekerasan sampai minimum, mengakui serta menganggap wajar pluralisme dan menjamin tegaknya keadilan. Nilai-nilai tersebut yang harus dipahami oleh warga negara yang terlibat dalam pelaksanaan demokrasi. Kesadaran menjalankan praktik politik yang beradab sebagai wujud dari pengamalan semangat kepahlawanan. Kehendak untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi kemajuan negara dan bangsa. Dimensi pahlawan dalam setiap perhelatan pemilu atau pemilihan dapat dilakukan oleh setiap orang yang berperan sebagai pemilih, penyelenggara atau peserta. Pemilih yang cerdas mampu memilah informasi dan menentukan pilihan dengan pertimbangan yang rasional demi kebaikan bangsa. Pemilih dengan jiwa patriotik akan berupaya sekuat tenaga untuk memberikan dukungan moril dan material bagi kandidat yang diyakini komitmen dan kapasitasnya. Keyakinan tersebut yang akan memompa semangat juang dan kerelaan berkorban agar kandidat yang didukung dapat memperoleh kemenangan dengan modal finansial yang minimal. Penyelenggara pemilu yang berintegritas mampu melawan godaan materialistik untuk memastikan pelaksanaan pemilu atau pemilihan yang terpercaya. Penyelenggara mampu menjalankan tugas secara profesional dan proporsional, bukan sekadar mematuhi regulasi namun mengedepankan nilai-nilai etik yang mesti dipatuhi. Partai politik dan calon kepala daerah sebagai kontestan dituntut untuk mengedepankan moral politik sesuai garis perjuangan yang hakiki. Kompetensi dan rekam jejak menjadi nilai utama yang ditawarkan kepada masyarakat. Menjauhi politik uang sebagai iming-iming kepada pemilih dalam meraih suara dan dukungan. Semua pihak mempunyai tanggungjawab untuk mengembalikan marwah demokrasi sebagai jalan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh anak bangsa. Kemerdekaan yang diwariskan oleh para pahlawan bangsa adalah amanat yang mesti dirawat oleh generasi penerus dengan mempraktikkan semangat demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Demokrasi yang dimaknai sebagai kedaulatan di tangan rakyat menjadi bermakna jika dibarengi dengan penghargaan terhadap hak pilih, partisipasi aktif, akses informasi, kontrol agenda publik, dan persamaan hukum. Jiwa kepahlawanan perlu dipedomani oleh setiap pelaku demokrasi untuk menumbuhkan sikap patriotisme di era global dan liberal. Bukan untuk melawan penjajah, namun memiliki jiwa patriot melawan kapitalisasi politik agar negeri ini tidak terjebak dalam oligarki kekuasaan. Spirit kepahlawanan sangat penting dalam berdemokrasi sehingga kita tetap cinta tanah air dan tidak terpengaruh terhadap ideologi selain Pancasila. Negeri ini membutuhkan pahlawan demokrasi yang mampu memberikan perlindungan konstitusional. Mewujudkan lembaga peradilan yang bebas dan netral, pemilu yang jujur dan adil. Terwujudnya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul serta pendidikan warga negara yang berkualitas dan merata. Masyarakat sipil yang bebas, masyarakat politik yang otonom, pemerintah dan aparat negara yang efektif melindungi kebebasan individu merupakan harapan dari demokrasi elektoral yang berlangsung di negeri ini. Setiap kita mempunyai kesempatan utntuk menjadi pahlawan demokrasi sebagai tulang punggung negara dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selamat Hari Pahlawan! (Banten Pos, 10-11 November 2021)


Selengkapnya