NEW MEDIA, DEMOKRASI DAN PEMILU SERENTAK 2024

NEW MEDIA, DEMOKRASI DAN PEMILU SERENTAK 2024

Oleh : Zaenal Mutiin

Anggota KPU Kabupaten Serang

 

Seiring pesat perkembangan teknologi komunikasi, media baik media massa maupun media sosial mengalami kemajuan yang pesat. Saat ini media merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia. Hampir di setiap sendi kehidupan baik individu maupun secara berkelompok, masyarakat sangat membutuhkan media informasi. Perkembangan media tersebut lebih banyak dipicu oleh banyaknya kebutuhan akan informasi yang cepat akurat dan dapat di percaya. Dalam perkembangan budaya dan teknologi tidak terlepas dari media yang ada. Bahkan media baik media massa maupun media sosial sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan budaya manusia saat ini. Setiap orang sangat membutuhkan media. Informasi yang ada di media menjadi kebutuhan pokok bagi individu, masyarakat, organisasi bahkan budaya suatu daerah.

Pemilu adalah ujian independensi dan kredibilitas media maupun jurnalis dalam menerapkan jurnalisme politiknya. Media seharusnya mampu menjadi kekuatan kontrol atas proses politik yang berlangsung dan tidak terjebak menjadi corong kepentingan kekuatan elit politik serta mengabaikan fungsi media pendidikan pemilih. Sehingga Jurnalisme politik seharusnya dalam pemilu dapat menghindari jurnalisme propaganda dan atau jurnalisme borjuis serta  Jurnalisme yang menghamba kepada kepentingan politisi dan pemodal kapitalis yang memanfaatkan pemilu untuk aktifitas tawar-menawar politik demi menjaga keberlangsungan bisnis atau karir politiknya.

Sebagai the fourth state, pers memiliki dan menjalankan kekuasaan publik tanpa mengubah statusnya sebagai pranata sosial (social institution), yang menjalankan fungsi untuk kepentingan publik (orang banyak) seperti menyampaikan dan menyebarkan informasi, membangun saling pengertian dan harmonisasi publik (Manan, 2013: v-vi).

Media massa pada dasarnya berfungsi untuk sebuah agen stabilitas serta agen pembaharu dalam semua aspek, karena tujuan media sendiri adalah menjadi media penyeimbang serta memberikan pengaruh terhadap publik atas informasi yang disebarkan. Oleh sebab itu, sebuah media massa pasti mempunyai sebuah ideologi yang mendasarinya, agar sistem yang diterapakan sebuah media tercapai sesuai dengan tujuan serta arah yang dibuat sebelumnya. Ideologi media sendiri terbentuk karena bertujuan untuk menjadi cermin dan refleksi sebuah realitas media terhadap publik.

 

Posisi Media, Politik, dan Pemilu

Secara konseptual makro, perbincangan atas konteks media dalam ranah politik terlebih dalam penyelenggaraan pemilu tidak terlepas dari dua hal yakni posisi media terhadap ranah politik yang masih labil terkait dengan sumber informasi dan pendanaan serta posisi media yang terjebak kepada konflik kepentingan antara mempertahankan etika jurnalistik dengan kepentingan bisnis. Labilnya media dalam mengawal ranah politik sebagai pengawas kekuasaan kini sudah merambah sebagai agen kekuasaan (agent of power) bagi kandidasi maupun partai politik tertentu. Impotensi media dalam pemilu dapat terindikasi dari empat faktor yakni menguatnya persaingan politik pencitraan (politics of image) di tingkatan elite maupun partai politik, menurunnya fungsi partai politik dalam sosialisasi politik sehingga memunculkan media sebagai aktor tunggal, menguatnya kecenderungan penonjolan figur dalam pentas politik dan pemilu daripada institusi partai politik, dan adanya pemanfaatan multimedia sebagai agen propaganda aktif dalam menyampaikan pesan politis kepada masyarakat.

Membincangkan relasi antara media dengan ranah politik adalah relasi yang dilematis. Hal ini dikarenakan sikap pemberitaan media yang tidak sepenuhnya netral dari intervensi politik maupun patronase kapital. Tentunya ini sesuatu yang paradoksal mengingat media merupakan pilar keempat dalam demokrasi setelah lembaga trias politika. Media seharusnya berperan sebagai anjing pengawas (watchdog) dalam kekuasaan sehingga terciptalah check and balances dalam negara dan masyarakat. Pengawasan media tersebut terkait dengan fungsi sentralnya sebagai korelasi sosial (social correlations) memandu publik dalam menerjemahkan berbagai realitas hiruk-pikuk kehidupan berbangsa dan bernegara ke dalam konsumsi informasi baik cetak dan elektronik. Maka, media di sini berkuasa atas pengetahuan publik melalui framing teks dan gambar sehingga menjadi rujukan utama publik dalam membentuk opini mereka terhadap jalannya pemerintahan. Informasi menjadi kata kunci yang menautkan relasi media dengan politik melalui pembentukan opini publik atas pemberitaan tersebut.

Konstelasi media dengan politik praktis bisa dikatakan saling terdependensi satu sama lainnya. Politik memerlukan publikasi untuk mendiseminasikan ideologinya kepada publik secara meluas dan media memerlukan figur politisi untuk mendongkrak citra komersialisasi media di ranah publik. Secara konseptual, kebebasan media memang diposisikan sebagai fourth estate dimana media adalah pilar demokrasi setelah lembaga trias politika yang berperan mengawasi dan jalannya pemerintahan. Namun secara realita, batas antara politik dan media sangatlah tipis bahkan imajiner karena kedua ranah ini berperan besar dalam melakukan politisasi satu sama lain.

Dalam memberitakan sebuah informasi politik, terdapat tiga kecenderungan ideologis yang dimiliki media yakni 1) sikap konservatif atau pro status quo, sikap ini terlihat pada peliputan atau pemberitaan tentang liputan yang mengedepankan kisah kesuksesan rezim petahana atau kisah mantan pejabat selama menduduki tampuk kekuasaan yang ingin maju dalam pemilu, tetapi tidak diimbangi dengan kritikan atas segala kekurangannya. 2) sikap progresif, pemberitaan media diarahkan kepada perubahan rezim atau melakukan reformasi dan restorasi terhadap rezim sekarang dengan menampilkan sosok transformatif yang dinilai bisa memimpin rezim perubahan tersebut. 3) sikap skeptis dan apatis, sikap ini menunjukkan pemilu dan politik adalah entitas yang jauh dari nuansa populis, tetapi hanya diisi kepentingan elitis semata sehingga pemberitaan politik dan pemilu sendiri lebih banyak wacana korupsi, konflik pemilu, maupun praktik penyalahgunaan wewenang semata. (Sularto, 2011:310)

Ketiga model tersebut sebenarnya mencerminkan relasi media dalam sistem demokrasi yang sifatnya masih transisional. Dalam nuansa demokrasi transisi tersebut, media memang akan menampilkan dirinya sebagai agregator terhadap euforia demokrasi yang berkembang dalam masyarakat maupun sebagai resistor karena ingin mengangkat romantisme rezim terdahulu. Posisi media dalam model pembangunan demokrasi memang menjadi penting karena media menjadi tolok ukur kesuksesan transisi dari otoritarian menuju demokrasi. Media yang bebas dan kritis akan dinilai sebagai bagian kesuksesan demokrasi, sedangkan media apatis justru dianggap sebagai bayangan rezim ototritarian.

 

New Media, Demokrasi dan Pemilu Serentak 2024

Media merupakan bagian penting dalam berpolitik maupun berpemerintahan. Dalam negara-negara yang sudah mapan demokrasinya, media merupakan aktor penting dan dijamin keberadaannya. Karena itu, ungkapan dari presiden Amerika Serikat selalu dijadikan patokan ketika membicarakan peran media dan demokrasi. Thomas Jefferson pernah berucap: lebih menyukai media tanpa pemerintahan ketimbang suatu pemerintahan tanpa media (Ghali, 1997:21). Ungkapan ini memiliki daya pikat yang luar biasa bagi jurnalis, pemilik media, hingga politisi dalam kerangka menjaga keberadaan media dalam pemerintahan demokratis.

Dalam sistem pemerintahan demokrasi, media massa menjadi pilar penting. Karena itu, dalam penyampaian berita berita maupun informasi kepada publik harus bersandar pada berita yang akurat, perimbang, dan tidak beitikad buruk. Dalam Kode Etika Jurnalistik disebutkan bahwa pemberitaan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Nampak jelas posisi jurnalistik dalam memberitakan, yakni independen dan otonom dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalitik.

Saat ini masyarakat tengah memasuki revolusi media dengan kehadiran internet yang membawa perubahan besar dalam struktur ekonomi dan bisnis media. Kehadiran internet hampir mirip dengan kehadiran televisi di tahun 1950 an yang banyak membawa perubahan dalam bidang komunikasi. Perubahan besar sedang terjadi di dunia jurnalistik terutama dikarenakan proses digitalisasi. Perusahaan media-media konvensional berubah menjadi media digital atau juga sering disebut media siber atau menggunakan media siber sebagai salah satu cara untuk memperluas dan atau mempertahankan kehidupannya di era digital. Perubahan atau penambahan platform media siber ini membawa konsekuensi pada kinerja di dunia jurnalistik. Perubahan ini tidak otomatis membawa ke arah jurnalisme yang lebih baik (Chan, 2014:107).

Pengguna media sosial di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun seiring dengan meluasnya penetrasi internet dan meninggkatnya jumlah pengguna telepon cerdas (smartphones). Menurut penelitian yang dilakukan lembaga We Are Social dan Hootsuite, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. Dengan demikian, angka penetrasinya sekitar 61,8 persen. Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta Angka pengguna aktif media sosial di Indonesia tersebut tumbuh sebesar 10 juta atau sekitar 6,3 persen dibandingkan bulan Januari 2020. Dalam periode yang sama, pengguna internet di Indonesia tumbuh 27 juta atau 15,5 persen menjadi 202,6 juta. Menurut lembaga We Are Social, lebih dari separuh orang Indonesia sudah dapat mengakses internet dan lebih dari separuh aktif bersosial media. Pelanggan telepon seluler di Indonesia sebesar 400 juta lebih, artinya, warga Indonesia menggunakan dua nomor telepon seluler. Sekitar 120 juta orang Indonesia bersosial media menggunakan telepon seluler. (tekno.kompas.com/read/2021/02/24)

Di Indonesia, media baru (new media) tumbuh bak cendawan di musim hujan. Dewan Pers mencatat saat ini sekitar 4500 media baru yang berbasis internet di Indonesia, meskipun yang terdaftar baru sekitar 250 media. Tahun lalu, Dewan Pers mendapatkan ratusan pengaduan yang berkaitan dengan media daring. Sebagian besar permasalahan yang diadukan masyarakat yakni ketiadaan verifikasi dalam berita-berita yang dimuat dalam media daring.

Pada umumnya media baru (new media) dianggap membawa angin segar dalam dalam demokrasi ketika media-media konvensional sudah dimiliki segelintir pengusaha pencari laba. Media-media lama (old media) yang pada awalnya membantu proses politik yang demokratis dimana kritk publik dan suara politisi mendapat tempat, mulai bergeser ketika komersialisai pasar, dominasi sedikit suara mengabaikan peran komunikasi yang demokratis (McQuail, 2010: 165). Kehadiran media baru berbasis internet memberikan tempat bagi suara-suara publik kritis yang tidak mudah dikontrol. Media baru memberi ruang bagi warga mengutarakan perbedaan pendapat. Karakter media baru yang interaktif dan user generated content memberikan ruang-ruang politik baru yang beragam dengan wawasan yang berbeda.

Di tengah arus globalisasi dan arus informasi, media memang menjadi kekuatan besar dalam pemilu maupun pilkada. Kekuatan media dalam pemilu dan pilkada bisa dilihat dari cara membuat pencitraan calon, memberikan ruang bagi calon untuk beriklan dan berkampanye. Secara normatif, memang dibolehkan sepanjang media massa bersikap adil kepada semua kontestan. Hal ini menjadi penting karena media massa terkadang tidak adil dalam memberikan ruang politik yang sama dalam pemberitaan maupun hak siaran.

Media, pemilu, pilkada serentak, dan demokrasi merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Media massa, baik cetak maupun elektronik sangat berperan dalam perhelatan pemilihan umum, pemilihan legislatif, pemilihan presiden, termasuk pemilihan kepala daerah. Media tidak hanya menjadi instrumen dalam pemilu dan pilkada serentak, tetapi juga berfungsi sebagai aktor penting dalam demokrasi. Selama pelaksanaan pemilu dan pilkada langsung yang telah dilaksanakan sejak awal reformasi, hingga sekarang, media mengambil peran penting dalam pesta demokrasi di tanah air.

Kontribusi media dalam pemilu dan pilkada serentak merupakan bentuk dari kebebasan pers. Kebebasan media untuk tampil lebih berani dalam mengartikulasikan persoalan ekonomi politik serta mengkritik peran pemerintahan merupakan terobosan dalam format politik Indonesia. Selain itu, media juga lebih otonom dan independen dalam melakukan peliputan sehingga akan menjadi preferensi pemilih,

Penggunaan media online dan medsos dalam kampanye politik merupakan kemajuan dalam kajian komunikasi politik. Kemajuan teknologi sangat bermanfaat dalam memodernkan pelaksanaan Pemilu dan pilkada serentak di Indonesia. Kampanye politik dan jadwal pencoblosan pun bisa menyebar kepada pemilih secara cepat dalam hitungan detik. Jaringan informasi memberikan dampak dan pengaruh yang luas serta mendalam. Tidak ada peristiwa politik dan persoalan yang tidal luput dari pemberitaan. Semua menjadi global, begitu salin disiarkan lewat media elektronik (Sularto, 2011:202).

Peran media akan semakin penting dalam pelaksanaan pemilu serentak 2024. Dikatakan demikian, karena penggunaan media massa, baik cetak maupun elektonik dalam perhelatan pemilu dan pilkada serentak yang semakin meningkat. Sejalan dengan itu, dalam penggunaan media oleh politisi, partai politik, pemilihan umum, dan pilkada semakin massif seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, media online dan teknologi menjadi trend baru dalam pemilu dan pilkada, saat ini semua calon dalam perhelatan pemilihan umum, pemilihan legislatif, pemilihan presiden, termasuk pemilihan kepala daerah selalu menggunakan online dan media sosial sebagai alat kampanye politik. Iklan dan pesan politik secara reguler menghiasi badan online dan media sosial.

Oleh karena itulah kita mengharap semoga media secara benar dan nyata mampu menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi keempat dengan nyata dan benar karena media adalah aktor penting dalam mendorong demokrasi dan Jadikanlah media massa sebagai duta-duta kepercayaan dalam membangun tradisi demokrasi dalam kontestasi politik agar informasi politik yang didapat publik menjadi faktual, akurat dan seimbang. Salam demokrasi...Salam Literasi*** (Kabar Banten, 17 November 2021)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 1,464 Kali.