TEKNOLOGI PEMILU DALAM DEMOKRASI ELEKTORAL (BAGIAN-1)

TEKHNOLOGI PEMILU DALAM DEMOKRASI ELEKTORAL

Oleh : Zaenal Mutiin

Anggota KPU Kabupaten Serang

 

 

Pemilihan umum (pemilu) adalah detak jantung demokrasi. Banyak orang berpendapat bahwa tahun 2024 adalah tahun politik yang menentukan irama dari detak jantung demokrasi Imdonesia. Pemilu dan Pemilihan serentak tahun 2024 menjadi tahun semaraknya gendrang politik di Indonesia. Meski demikian, Pemilu dan Pemilihan serentak bukan hanya mengenai pertarungan politik, melainkan juga memanaskan wacana mengenai modernisasi tekhnologi  pemilu. Salah satu gagasan untuk memodernisasi sistem pemilu Indonesia adalah dengan menyelenggarakan pemilu berbasis tekhnologi.

Teknologi biasanya bergerak lebih cepat dari sistem hukum. Namun, revolusi teknologi harus selalu diupayakan sebagai sarana untuk meningkatkan kehidupan manusia khususnya dalam hal pemenuhan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini, penerapan perkembangan teknologi (khususnya prinsip-prinsip dasar yang mempengaruhi langsung atau tidak langsung) harus dilakukan dengan hati-hati dalam kaitannya terhadap perbaikan masyarakat. Teknologi, sebagaimana manfaatnya dalam sektor industri, pertanian, juga pendidikan, diharapkan mampu meningkatkan derajat kebudayaan manusia. Dalam hal ini, praktik demokrasi suatu bangsa.

Dalam dunia kepemiluan, teknologi digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah, seperti memudahkan registrasi pemilih, membantu pemilih mengenali program kandidat, mengurangi biaya untuk mencetak surat suara, meningkatkan tingkat partisipasi pada hari pemungutan suara bagi pemilih yang berada di luar negeri atau daerah-daerah yang sulit terjangkau, dan memangkas waktu rekapitulasi suara yang panjang.

Cara kerja teknologi yang lebih kredibel, akurat, dan mampu mengeluarkan hasil yang cepat dan tepat memang menggoda banyak penyelenggara pemilu. Pada kasus Indonesia, KPU membangun sistem teknologi informasi dengan tujuan utama mempermudah kerja-kerja penyelenggara pemilu dan meningkatkan kepercayaan pemilih dan peserta pemilu terhadap proses pemilu. Terdapat tiga kategori teknologi informasi yang digunakan oleh KPU, yakni: teknologi yang digunakan dalam tahapan persiapan pemilu seperti sistem penganggaran dan jaringan dokumen dan informasi hukum pemilu; (2) teknologi yang digunakan dalam tahapan pelaksanaan pemilu, mulai dari sistem informasi daftar pemilih sampai sistem rekapitulasi suara; dan (3) teknologi yang digunakan pasca pemilu, seperti sistem informasi rencana program strategis penyelenggara pemilu.

 

Indonesia dan Tekhnologi Kepemiluan

Secara umum, tahapan pemilu terdiri dari registrasi pemilih, registrasi dan penetapan peserta pemilu, pengadaan logistik kampanye dan pemilihan, masa kampanye, dan pungut-hitung-rekap suara. Berbagai negara memiliki tantangan transparansi dan akuntabilitas pada tiap tahapan, dan penggunaan teknologi pemilu sering kali dipertimbangkan sebagai salah satu solusi untuk mengatasinya.

Dalam konteks Indonesia, teknologi merupakan instrumen yang akrab ditemui di setiap tahapan pemilu. Sejak pertama kali pemilu demokratis diselenggarakan setelah Reformasi 1998, teknologi telah dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan demokrasi elektoral. Saat itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota menggunakan komputer untuk membantu mentabulasi hasil penghitungan suara dari seluruh tempat pemungutan suara (TPS). Hasil tabulasi di tingkat kabupaten/kota kemudian dikirimkan ke KPU RI melalui sarana komunikasi milik Bank Rakyat Indonesia dan Bank Negara Indonesia (Fisibility Study IT KPU 2016: 49). Secara gradual, pemanfaatan teknologi ditingkatkan dari pemilu ke pemilu. Teknologi menjadi bagian dari manajemen kepemiluan di Indonesia, yang keberadaannya memudahkan pelaksanaan tiap tahapan pemilu, sekaligus menyediakan transparansi proses pemilu bagi publik.

Hampir setiap tahapan pemilu di Indonesia melibatkan penggunaan teknologi pemilu. Jenis teknologi pemilu yang diinisiasi penyelenggara pemilu dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis yakni: teknologi pada masa tahapan sebelum pemilu (pre-electoral period) dan teknologi pemilu ketika tahapan pemilu berlangsung (electoral period). Sistem penganggaran, sistem logistik, sistem pendaftaran pemilih, dan sistem pendaftaran partai politik dapat diklasifikasikan dalam teknologi pemilu di tahapan sebelum pemilu. Sementara itu, sistem pendaftaran calon, sistem pelaporan dana kampanye, sistem pengawasan pemilu, dan sistem penghitungan suara termasuk dalam teknologi pemilu dalam kategori ketika tahapan pemilu berlangsung.

Perlu digarisbawahi, teknologi pemilu pada tahapan sebelum pemilu dan teknologi pemilu di tahapan pemilu berlangsung hanya berperan sebatas keterbukaan informasi dan transparansi proses pemilu. Dalam hal ini, keseluruhan teknologi tersebut bukanlah faktor penentu dalam tahapan pemilu. Sebagai contoh, sistem penghitungan suara (situng) merupakan sarana publikasi hasil pemilu yang dibuat KPU sebagai bentuk transparansi, sekaligus untuk membangun legitimasi hasil pemilu. Namun, untuk penentuan hasil pemilu, Undang-Undang Pemilu masih mengatur rekapitulasi suara dilakukan secara manual dan berjenjang mulai dari TPS-kecamatan-kabupaten/kota-provinsi-nasional. Dengan begitu, “situng” lebih dimaknai sebagai inisiasi rekapitulasi elektronik yang digagas KPU sebagai aplikasi informal untuk menyimpan data hasil pemilu sekaligus mempublikasikannya.

Pada tahap registrasi pemilih, beberapa negara memberlakukan mekanisme pendaftaran pemilih secara digital. Indonesia merupakan salah satu negara yang memanfaatkan teknologi tabulasi daftar pemilih yang kemudian dikenal dengan istilah Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Pada tahap pendaftaran peserta pemilu, serupa dengan negara lainnya, Indonesia mengimplementasikan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai portal pendaftaran bagi partai politik untuk menjadi peserta pemilu. Di tahap pengadaan logistik, KPU RI juga memperkenalkan Sistem Informasi Logistik (Silog). Pada tahap kampanye, pelaporan dana kampanye secara online diberlakukan di banyak negara bagian di Amerika Serikat, seperti Virginia, North Carolina, Nevada dan California yang memiliki sistem pelaporan dana kampanye Electronic Filing System dan Electronic Campaign Disclosure. Di Indonesia, sejak Pemilu 2014, menggunakan Sistem Informasi informasi dana kampanye (Sidakam) yaitu sistem dengan menggunakan mekanisme pelaporan dana kampanye secara online mulai diperkenalkan dan dilanjutkan pada Pemilu 2019. Sementara itu, dalam tahap pemungutan suara, lusinan negara sudah menerapkan EVM dengan berbagai varian yang disesuaikan dengan kebutuhan dan budaya politik masyarakatnya. Dalam konteks Indonesia, EVM masih dalam tahap pengkajian, meskipun telah ada banyak pihak, terutama politisi yang mendorong perubahan mekanisme pemungutan suara dari manual menjadi dilakukan secara elektronik. Uji coba EVM telah beberapa kali dilakukan pada pemilu di level desa. (International IDEA; 2020)

Oleh negara-negara di Asia Tenggara, teknologi pemilu Indonesia dinilai sebagai model modernisasi manajemen pemilu. Filipina misalnya, mengambil Sistem Informasi Penghitungan (Situng) sebagai pelajaran bagi sistem e-counting yang diterapkan. Sebelumnya, Commission on Elections (Comelec) tak secara real time menampilkan hasil penghitungan suara. Namun, mencontoh keberanian KPU RI untuk membuat transparan hasil penghitungan suara, praktik baik Indonesia lantas diterapkan di Filipina. Tak hanya Situng, sistem informasi lainnya yang dikembangkan oleh KPU, yakni Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dan Sistem Informasi Logistik (Silog) juga dipelajari oleh Timor Leste dan Kamboja (Sadikin, 24 November 2017).

 

Kepercayaan Publik ; Kunci Sukses Penerapan Tekhnologi

Teknologi digunakan dalam tahapan pemilu karena beberapa pertimbangan, seperti hasil pemilihan yang dapat diterima, hasil yang akurat, membuat waktu pengerjaan jadi cepat, serta memungkinkan adanya efisiensi biaya logistik. Selain itu, penggunaan teknologi memudahkan penyelenggara pemilu menjangkau pemilih berkebutuhan khusus maupun pemilih di tempat yang sulit dijangkau, seperti di area pedalaman dan luar negeri. Namun, penerapan teknologi seringkali berhadapan dengan masalah baru yang lebih kompleks ketika teknologi ternyata tak mampu memenuhi semua prinsip-prinsip pemilu. ***

Terbit, Kabar Banten 13 Oktober 2021 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 82 Kali.