Sosialisasi Pendidikan Pemilih Di Daerah Dengan Partisipasi Pemilih Rendah Desa Kramatwatu Kec Kramatwatu Kab Serang
Selengkapnya
Serang (www.kab-serang.kpu.go.id) Komisioner dan jajaran staf KPU Kabupaten Serang kembali melaksanakan Sosialisasi Pendidikan Pemilih Di Daerah Dengan Partisipasi Pemilih Rendah di Dua Desa yang berada di Kabupaten Serang yaitu Desa Kramatwatu Kecamatan Kramatwatu dan Desa Kamasan Kecamatan Cinangka pada Hari Rabu, 25 Agustus 2021. Kegiatan pertama dilaksanakan pada pukul 08.00 WIB di Aula Desa Kramatwatu dengan narasumber Bapak Muhammad Riffai, M.Si yang merupakan dosen pada UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten dan Ibu Siti Maryam selaku Kordiv Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Kab Serang. Bapak Muhammad Riffai, M.Si selaku narasumber pertama memberikan pemaparan tentang pemahaman pemilu, pentingnya partisipasi masyarakat dalam memberikan hak pilih untuk menanamkan kesadaran hak sebagai warga negara dan perlindungan hukum bagi pemilih saat penyelenggaraan pemilu dan pemilihan berlangsung. Selanjutnya narasumber kedua Ibu Siti Maryam menekankan karena adanya wabah covid-19 maka ada beberapa aturan mengenai penyelenggara khususnya dari partisipasi aktif masyarakat yang berubah salah satunya batas usia KPPS dan pemaparan mengenai update data pemilih. Diskusi berjalan dengan sangat aktif dan baik karena masyarakat sangat antusias sehingga berharap dengan acara ini bisa menambah ilmu mengenai wawasan kepemiluan khususnya partisipasi masyarakat.
Serang (kab-serang.kpu.go.id) – Tempat kedua acara Sosialisasi Pemilih Di Daerah Dengan Partisipasi Pemilih Rendah KPU Kabupaten Serang Desa Bumijaya Kec Ciruas pada pukul 13.00 WIB. Hadir sebagai Narasumber yaitu Ibu Siti Maryam (Anggota KPU Kabupaten Serang) yang memaparkan latar belakang mengenai pemilu, lembaga penyelenggara pemilu, faktor penghambat dan faktor pendorong terkait Partisipasi Masyarakat pada Pemilihan tahun 2020 serta realisasi tingkat partisipasi masyarakat yang dicapai pada pemilihan tahun 2020 yaitu di angka 62,72%. Narasumber selanjutnya yaitu Bapak M. Nasehudin, M.Pd (Anggota Bawaslu Prov Banten) yang menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat baik secara aktif maupun pasif karena hal tersebut dapat memberikan kontribusi ke dalam kebijakan-kebijakan maupun pembangunan negara. Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi mencari DIM mengapa partisipasi di desa tersebut bisa rendah. Diharapkan dengan kegiatan ini warga bisa lebih menyadari bahwa hak untuk memilih adalah hal yang penting dan juga bisa mengajak warga lainnya untuk bisa lebih aktif dalam berpartisipasi.
Serang (kab-serang.kpu.go.id) Komisioner KPU Kabupaten Serang beserta jajaran seretariat melakukan Sosialisasi Pendidikan Pemilih Di Daerah Dengan Partisipasi Pemilih Rendah di Dua Desa yang berada di Kabupaten Serang yaitu Desa Pulo Kencana Kecamatan Pontang dan Desa Bumijaya Kecamatan Ciruas pada Hari Selasa, 24 Agustus 2021. Kegiatan pertama dilaksanakan di Desa Pulo Kencana Kec Pontang pada Pukul 08.00 WIB. Kegiatan ini disambut baik oleh warga masyarakat sekitar karena dapat mengedukasi warga untuk lebih memahami arti partisipasi dan hak nya untuk memilih pada pemilu dan pemilihan yang akan datang. Hadir sebagai Narasumber dari kalangan akademisi Bapak Muhibudin, M.Si yang mencoba memaparkan faktor-faktor apa saja yang menjadi dugaan rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Tahun 2020 di desa tersebut. Narasumber lainnya yaitu Bapak Zaenal Mutiin (Anggota KPU Kab Serang) yang mendefinisikan apa sesungguhnya arti pemilu dan pemilihan serta bagaimana kiat untuk menjadi pemilih yang cerdas agar bisa menggunakan hak pilihnya dengan baik sehingga hasil dari pemilu dan pemilihan dengan melahirkan pemimpin yang berkualitas bisa dirasakan oleh masyarakat. Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab dengan para peserta yang hadir.
Pada hari Rabu (23/06) KPU Kabupaten Serang mengadakan Rapat Koordinasi Daftar Pemilih Berkelanjutan Periode Bulan Juni 2021 bersama Bawaslu Kabupaten Serang di Aula KPU Kabupaten Serang. Turut hadir dalam Kegiatan ini yaitu Para Komisioner KPU Kabupaten Serang dan staf pelaksana Divisi Program dan Data. Dari Bawaslu Kabupaten Serang langsung dihadiri oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Serang, Yadi dan Anggota, serta Staf Bawaslu Kabupaten Serang. #KPUmelayani
PEMILU DAN PEMILIHAN 2024 : KENAPA SERENTAK? Oleh : Zaenal Mutiin Anggota KPU Kabupaten Serang Pemilihan umum merupakan wujudnya nyata penerapan demokrasi di Indonesia yang memberikan peran bagi warga negara untuk dapat ikut serta secara langsung memilih pejabat publik. Hal ini membuktikan bahwa kedaulatan tetap berada ditangan rakyat. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis merupakan “qonditio sine qua non”, the one can not exist without the others. Dalam arti bahwa Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk mencapai demokrasi atau merupakan prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik. Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sejak 2020, pada akhir 2021 justru ditarik dari agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022. RUU Pemilu semula diharapkan dapat menata kelembagaan penyelenggara pemilu dan sekaligus mendukung peningkatan kualitas demokrasi. Dengan gagalnya pembahasan RUU Pemilu, maka normalisasi pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2022 dan 2023 batal dilaksanakan. Artinya, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, tetap berlaku bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan 2024. Dengan mengacu pada kedua regulasi di atas, pemetaan persoalan yang pernah dihadapi dalam penyelenggaraan pemilu serentak 5 kotak tahun 2019 dan pilkada serentak 270 daerah tahun 2020 menjadi penting diperhatikan. Kedua kasus terakhir tersebut bisa diangkat sebagai masukan bagi penyusunan skenario Pemilu dan Pemilihan 2024, karena merupakan update perkembangan pemilu di Indonesia. Tahun 2024 adalah tahun elektoral yang krusial bagi penyelenggara pemilu. Mengapa krusial dan ada apa dengan Pemilu dan pemilihan 2024? Pertama, untuk pertama kalinya Indonesia akan menyelenggarakan pemilu Serentak yang berbeda secara praktik dan konsep dengan Pemilu Serentak 2019. Disebut Pemilu Serentak karena ada dua tipe konsep pemilihan yang terjadi secara “bersamaan” dari sisi tahapan dan alur prosesnya yakni Pemilu Serentak model Pemilu 2019. Pilkada Serentak 2024 sebagai konsekuensi pengunduran jadwal Pilkada pada 2022 dan 2023. Kedua, Pemilu Serentak merujuk pada waktu yang hampir berbarengan dari dua model pemilihan yang pada prinsipnya sebagai pemilu, tetapi ranah filosofis, pengaturan dan prakteknya relatif berbeda. Ada perbedaan secara konseptual antara proses penyelenggaraan pemilu presiden/wakil presiden, pemilu legislatif (DPR, DPD dan DPRD) dengan pemilu untuk memilih kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota). Kenapa Serentak? Terselenggaranya pemilu serentak pada tanggal 17 April 2019 merupakan sejarah baru dalam proses pemilihan umum yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU/2013 perkara pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pada Pemilu 2019 itu, merupakan pemilu yang memiliki kompleksitas dan persoalan persolan baik teknis Pemilu maupun kerangka hukum Pemilu. Indonesia mengadakan pemilihan langsung terbesar satu hari yang pernah ada di dunia, dengan lebih dari 80 persen dari 193 juta pemilih yang memenuhi syarat telah memilih di lebih dari 800.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk pertama kalinya, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR dan DPRD serta Dewan Perwakilan Daerah semuanya berlangsung serentak pada satu hari. Ini adalah upaya demokrasi besar-besaran yang menentukan identitas masa depan negara yang luas dan beragam. Sekitar 245.000 kandidat mencalonkan diri untuk lebih dari 20.000 kursi legislatif nasional dan lokal yang terdiri dari sekitar 18.000 pulau dan mencakup 1,9 juta km persegi. Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Undang-undang nomor 10 tahun 2016 menjadi landasan baru yang mengatur terkait Pilkada serentak. Dalam pasal 201 ayat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, diatur beberapa ketentuan mengenai timeline Pilkada serentak yang dilakukan di beberapa tahapan tahun. Pada pasal yang sama, di ayat 7 dan 8, diatur mengenai: ayat 7 pada intinya adalah mengatur tentang kepala daerah yang dihasilkan dari pemilihan tahun 2020, hanya menjabat sampai dengan tahun 2024 (empat tahun). Pada ayat 8, pemilihan kepala daerah di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024. Kemudian, apabila kita merujuk pada undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017, dan pasal 22 E UUD NRI tahun 1945, pemilu nasional akan dilaksanakan 5 tahun sekali, yang akan jatuh di tahun 2024 pula. Hal ini menunjukkan, bahwa akan terdapat berbarengan pelaksanaan antara Pilkada serentak dan Pemilu serentak di tahun 2024. Pemilu serentak hadir sebagai konsekuensi Putusan Mahkamah Konstitusi 14/PUU-XI/2013 yang mengubah waktu penyelenggaran Pemilu presiden dan legislative yang pada awalnya terpisah menjadi diselenggarakan pada waktu yang bersamaan. Merujuk pada pendapat Mahkamah Konstitusi bahwa terdapat dua latar belakang dibalik kehadiran Pemilu serentak, yakni Pertama, Mempertegas system pemerintahan presidensial, terutama posisi Presiden sebagai single chief executive dan meminimalisir terciptanya koalisi partai pengusung presiden yang bersifat taktis dan sesaat, melainkan jangka panjang dalam rangka penyederhanaan partai politik. Kedua, efisiensi penyelenggaraan Pemilu dari segi anggaran, waktu, dan hak warga Negara untuk memilih secara cerdas. Check and balances dalam pemerintahan presidensil salah satunya dapat ditunjang melalui penggunaan hak pilih secara cerdas dan efisien sesuai keyakinan sendiri. Pilkada serentak menjadi penting dan mendesak (urgent) karena setidaknya tiga alasan pokok. Pertama, pilkada langsung di Indonesia diselenggarakan sejalan dengan jumlah daerah yang ada. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara administratif dibagi menjadi 542 daerah, dengan rincian 34 provinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten. Dalam penyelenggaraan pilkada, apabila dilakukan putaran kedua, tentu saja jumlahnya melebihi jumlah daerah yang ada. Kedua, pilkada langsung di Indonesia sejak tanggal 1 Juni 2005 (pertama kali penyelenggaraan pilkada langsung) hingga Desember 2014 telah berlangsung sebanyak 1.027 kali, dengan perincian sebanyak 64 pilkada di provinsi, 776 pilkada di kabupaten, dan sebanyak 187 pilkada di kota. Ini berarti bahwa setiap 2-3 hari berlangsung satu kali pilkada langsung di Indonesia. Ketiga, pilkada serentak yang diselenggarakan sejak tahun 2015 sifatnya masih transisional dan bertahap/bergelombang. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) telah menyelenggarakan empat gelombang pilkada serentak di 541 daerah. Pada gelombang pertama tanggal 9 Desember 2015 terdapat 269 daerah (9 provinsi, 36 kota, 224 kabupaten). Pada gelombang kedua tanggal 15 Februari 2017 terdapat 101 daerah (7 provinsi, 18 kota, 76 kabupaten). Pada gelombang ketiga tanggal 27 Juni 2018 terdapat 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, 115 kabupaten. Dan pada gelombang keempat tanggal 09 Desember 2020 terdapat 270 daerah (9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten). Pelaksanaan pemilu dan Pilkada secara bersamaan, akan menyebabkan terjadinya coat-tail effect, yang akan cenderung lebih mensentralisasi isu dalam kerangka politik nasional, daripada mengedepankan isu isu yang seharusnya muncul di daerah untuk menggelorakan demokrasi lokal. Coat-tail effect, pada dasarnya merupakan konsep yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan sebab akibat, antara partai pemenang pemilu legislatif ialah partai presiden dan wakil presiden terpilih berasal. Dari sisi konsep Pemilu dan pemilihan 2024 di atas, secara teknis dan praktek pemilu tidak ada yang berbeda antara praktik Pemilu Serentak seperti Pemilu 2019 maupun dengan penyelenggaraan model pilkada serentak seperti pada Pilkada Serentak 2015, 2017, 2018 dan 2020. Perbedaannya hanya pada tahapannya berhimpit dan berjalan dalam waktu yang bersamaan pada tahun yang sama, serta basis peraturannya yang berbeda. Pemberlakuan Pemilihan Umum Serentak dan Pemilihan Kepala Daerah Serentak secara bersamaan di tahun 2024 akan mereduksi paradigma dan pengertian dari Karakteristik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) itu sendiri yang seharusnya dipahami berbeda, dan berdiri sendiri selain dari rezim hukum Pemilihan Umum (Pemilu). Perbarengan waktu pelaksanaan Pilkada serentak dan Pemilu serentak, meski tidak sepenuhnya bersamaan, akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kelangsungan demokrasi dan politik lokal di daerah. Dari pemetaan masalah Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 nantinya bisa dijadikan masukan bagi penyusunan skenario Pemilu dan pemilihan 2024 dan detail dari setiap tahapan penyelenggaraan dengan kemungkinan konsekuensi yang harus ditangani. Perkiraan konsekuensi skenario Pemilu dan pemilihan 2024 menjadi hal yang bersifat mendasar agar persoalan yang timbul dari kompleksitas penyelenggaraannya di lapangan bisa lebih dikendalikan, atau bahkan diatasi. Antisipasi terhadap konsekuensi dari setiap persoalan di lapangan menjadi bagian tidak terpisahkan dari skenario Pemilu dan pemilihan 2024 yang dapat dianggap sebagai momentum bagi transisi generasi kepemimpinan nasional. Pentingnya posisi strategis skenario Pemilu dan pemilihan 2024 harus menyadarkan semua pihak terkait dukungan agar pemetaan persoalan di setiap tahapan bukan hanya berkutat pada prosedur teknis, tetapi juga mampu menjangkau karakteristk tahapan yang substansial. Juga diperlukan adanya analisa yang matang terkait dengan model pemilu serentak yang akan di adakan pada tahun 2024 mendatang. Semua aspek perlu diperhatikan mulai dari dampak bagi pemilih, dampak terhadap partai politik, dampak terhadap penyelenggara pemilu dan dampak terhadap sistem pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah. Akhirnya pemilu dan pemilihan serentak 2024 yang akan datang, perlunya seluruh pihak untuk dapat mempelajari segala kekurangan dan permasalahan yang dialami pada pemilu dan pemilihan sebelumnya untuk dapat dijadikan pembelajaran. Kesiapan dari segala pihak diharapkan mampu mewujudkan pemilu dan pemilihan yang demokratis. Bentuk partisipasi dari masyarakat dalam perhelatan pemilu dan pemilihan tentunya juga sangat diharapkan. Saling menghargai pilihan masing-masing tanpa harus merusak hubungan kekeluargaan. Dengan demikian harapan dan cita warga negara republik Indonesia untuk mewujudkan demokrasi di tanah persada tercinta, benar benar akan terwujud dan nyata. Salam Demokrasi.... (Kabar Banten 20 Januari 2022)